Kota Tangerang - Dinas Ketenagakerjaan (Disnaker) Kota Tangerang, Banten, telah menepati janji kepada Buruh PT Sulindafin yang terkena PHK sepihak. Melalui proses dan kajian yang panjang, Disnaker Kota Tangerang memberikan anjuran PHK untuk Buruh PT Sulindafin.
Melalui Surat Anjuran Disnaker Kota Tangerang Nomor 567.21/632 –HI/2020 tanggal 21 Februari 2020 atas perselisihan ketenagakerjaan antara Perusahaan (PT. Sulindafin - Shinta Group) dengan buruh PT Sulindafin- Shinta Group yang tergabung dalam PTP. SBGTS-GSBI dan SBM PT. Sulindafin, menganjurkan bahwa 271 buruh hubungan kerjanya dapat berakhir (dapat di PHK) dan diberikan kompensasi sesuai pasal 164 ayat (3) UUK Nomor 13 tahun 2003. yaitu : Pesangon sebanyak 2 kali ketentuan pasal 156 ayat (2), Uang penghargaan masa kerja sebesar 1 kali ketentuan pasal 156 ayat (3) dan uang penggantian Hak sesuai ketentuan pasal 156 ayat (4).
Anjuran tersebut dikeluarkan Disnaker Kota Tangerang selaku mediator dalam perselisihan PT. Sulindafin dengan pekerjanya. Anjuran tersebut merupakan upaya dari Disnaker untuk menyelesaikan perselisihan yang sudah cukup lama terjadi. Upaya Bipartit dan mediasi telah dilakukan tetapi kedua belah pihak tetap pada prinsipnya masing-masing.
Perusahaan tetap melakukan PHK dengan merujuk ketentuan pasal 156 UUK 13 tahun 2003. Dimana saat ini Sebanyak 817 dari 1084 total karyawan sudah menerima kompensasi sebesar 70% yang ditawarkan perusahaan. Sementara tuntutan dari buruh meminta perusahaan untuk mempekerjakan kembali 271 buruh Sulindafin.
Dedi Isnanto, Ketua PTP. SBGTS-GSBI PT Sulindafin, dengan tegas menanggapi isi anjuran tersebut. “Bahwa pimpinan organisasi SBGTS-GSBI PT Sulindafin dan anggota yang saat ini bertahan menyatakan secara tegas menolak anjuran tersebut," ujarnya.
“Kami tidak bisa menerima isi anjuran semacam itu, tidak berdasar dan tidak sesuai dengan fakta otentik di lapangan, kami dianjurkan untuk di PHK dan diberikan kompensasi sesuai ketentuan pasal 164 ayat (3), padahal kami menuntut untuk dipekerjakan kembali sejak dari awal (28 November 2019)," kata Dedi. Perusahaan mengatakan menghentikan proses produksi dalam jangka waktu yang belum ditentukan. Sedangkan saat ini (sejak 20 Januari 2020) perusahaan PT Sulindafin sudah menjalankan operasional baik produksi maupun departemen penunjang lainnya, termasuk sudah menerima buruh baru dengan status magang.
Disnaker yang berperan sebagai mediator dinilai Dedi telah mengabaikan pasal 151 ayat (1) UU ketenagakerjaan Nomor 13 tahun 2003 yang menyebutkan bahwa Pengusaha, pekerja/buruh, dan pemerintah, dengan segala upaya harus mengusahakan agar jangan terjadi Pemutusan Hubungan Kerja (PHK).
Anjuran ini pasti berdasarkan pada buruh-buruh yang sudah menerima kompensasi 70% dari yang ditawarkan perusahaan. Sudah tidak ada hubungan harmonis lagi antara buruh dan pengusaha. "Kerugian perusahaan yang belum dibuktikan secara hukum dan masih menggunakan audit internal dijadikan pertimbangan putusan, ini kan gila namanya," ujar Dedi. Ini jelas merugikan buruh, ini bertentangan dengan tujuan Jokowi yang ingin membuka lapangan kerja seluas-luasnya untuk menampung pengangguran yang melimpah dan angkatan kerja yang membludak setiap tahun yang diperkirakan angka pengangguran sekitar 2 juta per tahun.
GSBI menduga kalau ini merupakan permainan terselubung yang sangat menjerat buruh. Masa kerja buruh tertulis tidak sesuai dengan kenyataan, masa kerja buruh yang seharusnya sejak 2010 tapi tertulis sejak 2014. Selain itu, menurut temuan GSBI, Disnaker Kota Tangerang diduga telah ikut campur tangan dalam penghentian BPJS buruh yang di PHK sepihak.
"Demi untuk mendapatkan keadilan, jelas kami akan melakukan perlawanan. Protes keras kepada Dinas Tenaga Kerja Kota Tangerang dan melakukan langkah-langkah hukum lain termasuk langkah politik dan gerakan massa akan kami lakukan," ujar Dedi.
Saat ini GSBI tengah menyiapkan draf untuk menuju pengadilan. Selanjutnya GSBI akan menempuh jalur hukum pidana untuk melanjutkan tuntutannya. "Ya kami menolak dengan anjuran yang dikeluarkan Disnaker, dan sekarang kami bersiap ke tahap selanjutnya, yaitu hukum pidana. Alasan kami kuat, pabrik tidak tutup, hingga kini masih berproduksi, 817 karyawan dipekerjakan kembali walau dengan status harian lepas dan menawarkan pesangon 70%. Artinya secara finansial memang perusahaan tersebut masih kuat," kata Kokom. []
Berita terkait
Sumber : Tagar.ID
Makassar.Online Kami Mengumpulkan serta Menyajikan berita dari sumber terpercaya baik media massa terkemuka di Indonesia maupun akun sosmed yang memiliki integritas dalam menyajikan berita keadaan di Makassar.
Sosmed Kami