MAKASSAR, BKM — Direktur Harian Berita Kota Makassar Mustawa Nur kini menyandang gelar doktor. Ia telah menjalani sidang promosi pada Program Studi Ilmu Hukum Pascasarjana Unhas ruang Prof Dr Zainal Abidin Farid Fakultas Hukum, Jumat (21/2).
Sistem Pemberitaan Pers Dengan Model Penerapan Asas Praduga Tak Bersalah di Media Cetak, itulah judul disertasi Mustawa. Ia mempertahankannya di depan penguji internal Prof Dr SM Noor,SH.MH, Prof Dr Abdul Maasba Magassing SH,MH, dan Dr Syamsuddin Muchtar.
Bertindak selaku promotor Prof Dr Judhariksawan,SH MH, Kopromoto Prof Dr HM Said Karim,SH MH MSi dan Dr Maskun,SH LLM. Guru Besar Universitas Padjajaran Bandung Prof Dr Bagir Manan,SH,MCL sebagai penguji eksternal.
Jalannya sidang promosi dipimpin Dekan Fakultas Hukum Prof Dr Farida Patittingi. Usai sidang, Mustawa dinyatakan lulus dengan predikat sangat memuaskan dan meraih indeks prestasi kumulatif (IPK) 3,94.
Mewakili Rektor Unhas, Prof Farida mengaku bangga dengan hasil sidang promosi doktor Mustawa. Sebab judul disertasi mengenai hukum dan media tidaklah mudah untuk diteliti.
“Kita berharap ilmu itu bisa dikembangkan untuk memberikan perspektif akademik terkait perlindungan atas profesi wartawan, peningkatan serta penguatan wartawan sebagai sebuah profesi,” ujarnya.
Selain itu, menurutnya, pengalaman dan penerapan harus sesuai dengan ilmu yang selama ini dipelajari. Profesi wartawan harus menempatkan diri sebagai penegak keadilan hukum untuk masyarakat, sehingga penggunaan katanya perlu diperbaiki lagi.
“Saya kira judul disertasi ini sudah sangat tepat dan berguna sekali. Karena sudah sepatunya memang diseimbangkan dalam semua profesi. Misalnya ketika memberitakan orang itu baru dalam proses penyelidikan, beritanya sudah seperti menghukum. Nah, itu yang harus didisesuaikan barangkali. Tapi kan kembali lagi ke pemahaman dan pengetahuan wartawan kita terhadap implementasi asas itu,” jelasnya.
Menurut Farida, Mustawa hanya kurang satu jurnal internasional yang seharusnya bisa menjadikannya cumlaude. Namun pencapaianya sudah sangat bagus.
“Saya pikir Pak Mustawa memang layak. Layak sekali mendapat gelar ini. Apalagi dengan sangat baik berhasil mempertahankan disertasinya setelah banyak pertanyaan dari penguji maupun promotor,” ucap Farida.
Selaku penguji eksternal, Prof Bagir Manan yang pernah menjabat sebagai ketua Dewan Pers, berpesan bagaimana memperjuangkan profesi wartawan dan media.
”Karena saking sibuknya kita sampai lupa memperjuangkannya. Tidak hanya mencintai, tapi kita juga harus memperjuangkannya demi menghasilkan pers yang berkualitas,” tandas mantan ketua Mahkamah Agung itu.
Mustawa mendedikasikan gelar doktornya ini kepada ibunda tercinta. Ibunya yang telah berusia 94 tahun dengan bersemangat mendampinginya saat promosi doktor berlangsung.
“Ibu saya dengan semangat naik ke lantai 3 ini untuk menyaksikan saya. Beliau yang membesarkan saya, mendampingi saya 11 tahun lalu sejak ayah saya meninggal dunia. Beliaulah semangat saya hingga berhasil mendapat gelar ini,” ucapnya sambil meneteskan air mata.
Istri dan putra putri Mustawa juga hadir dan ikut menyaksikan momen bersejarah ini. Termasuk H Syamsu Nur, kakak kandung Mustawa. Tim Ahli Wapres Sukriansyah S Latief, Aidir Amin Daud, Faisal Silennang, serta sejumlah praktisi hukum tampak hadir.
“Saya cukup kaget dengan kehadiran ibu saya yang di usianya saat ini dan memiliki 100 cucu menyempatkan hadir dan mensupport pendidikan anaknya. Saya persembahkan ini untuk keluarga, utamanya ibu saya, ” bebernya.
”Ini adalah perjuangan saya selama 26 tahun bekerja di media. Selama tiga bulan saya bisa merampungkan penelitian ini. Saya mengejar beliau (Prof Bagir Manan) di tiga bandara. Saya memang memilih beliau karena mengusai tentang media dan hukum. Disertasi saya juga mengenai keduanya,” tambahnya.
Mustawa menyelesaikan studi doktoralnya setelah menempuh selama enam semester. Dalam disertasinyaa, ia menjelaskan bahwa standarisasi pengaturan sistem pemberitaan pers dalam hukum nasional, terdiri dari standar penulisan berita, standar profesi wartawan, dan standar kompetensi wartawan.
Namun, standar profesi wartawan dan standar kompetensi wartawan tidak ditemukan ketentuannya dalam Undang-Undang Pers dan Kode Etik Jurnalistik. Sehingga perlu direvisi, agar dapat mewujudkan sistem pemberitaan pers yang menerapkan asas praduga tak bersalah di media cetak.
“Tidak adanya pengaturan tersebut dipandang sebagai penyebab terjadinya pemberitaan pers yang tidak menerapkan asas praduga tak bersalah di media cetak,” jelasnya.
Kompetensi wartawan dengan standar penulisan berita terhadap seorang tersangka yang dapat menerapkan asas praduga tak bersalah di media cetak, menurut Mustawa, dalam pelaksanaannya tidak relevan dengan kemampuan wartawan yang memiliki pengetahuan atau keahlian tertentu dalam menulis berita.
Untuk mencegah terjadinya pelanggaran asas praduga tak bersalah dalam penulisan berita, maka kompetensi wartawan diselaraskan dengan bidang yang menjadi tugas wartawan menulis berita hukum, guna menerapkan asas praduga tak bersalah di media cetak.
Olehnya, model ideal sistem pemberitaan pers agar penulisan berita terhadap seorang tersangka dapat menerapkan asas praduga tak bersalah, melalui sistem pengangkatan sumpah profesi wartawan.
Sistem penentuan uji kompetensi wartawan dan sistem penentuan sertifikasi kompetensi wartawan, merupakan proses di mana semua sistem pemberitaan pers ditentukan pada kemampuan pengetahuan hukum wartawan dalam menerapkan asas praduga tak bersalah di media cetak.
Selanjutnya, sistem sertifikasi kompetensi wartawan yang diakui negara akan membuat profesi wartawan sejajar dengan profesi lain. Sehingga profesionalisme wartawan dapat mewujudkan sistem pers yang bertanggungjawab.
Pengangkatan wartawan kini dipandang oleh berbagai pihak begitu mudah. Sehingga bisa menjadi pemicu pemberitaan pers yang tidak menerapkan asas praduga tak bersalah.
“Seharusnya pengangkatan profesi wartawan perlu mengadopsi sistem pengangkatan profesi advokat. Dengan merumuskan syarat dan ketentuan untuk dapat diangkat sebagai profesi dengan berdasar pada instrumen hukum,” kata Mustawa.
Hal itu bisa menjadi acuan yang berlaku umum guna menunjang standar penulisan berita. Tentunya berdasar pada Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers dan Kode Etik Jurnalistik.
“Kompetensi wartawan menulis berita hukum perlu mengacu pada standar kompetensi profesi menurut Peraturan Presiden Nomor: 8 tahun 2012 tentang Kerangka Kualifikasi Nasional Indonesia dan Peraturan Badan Nasional Sertifikasi Profesi Nomor 3/ BNSP / III 2014,” tambahnya.
Perpres ini yang dapat menyempurnakan pelaksanaan standar kompetensi wartawan di Indonesia. Yang tentunya mendukung terwujudnya pers yang bertanggungjawab untuk mencegah terjadinya pelanggaran asas praduga tak bersalah dalampemberitaan pers di media cetak.
Dijelaskan Mustawa, sistem pemberitaan pers di Indonesia harus segera dibenahi dengan melakukan reformulasi sistem pemberitaan pers dari segi pengaturan ke dalam undang-undang.
Undang-undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers yang dapat menjadi solusi atas kompleksitasnya masalah di pemberitaan pers, yang tentunya harus didasari filosofi berita yang bebas dan bertanggungjawab.
“Untuk melaksanakan pers yang bebas dan bertanggungjawab, maka Dewan Pers dalam melaksanakan fungsinya harus diberi penguatan hak bertindak melalui instrumen hukum yang bersifat menghukum,” tandasnya. (nug-ita)
Sumber : BeritaKotaMakassar.Com
Makassar.Online Kami Mengumpulkan serta Menyajikan berita dari sumber terpercaya baik media massa terkemuka di Indonesia maupun akun sosmed yang memiliki integritas dalam menyajikan berita keadaan di Makassar.
Sosmed Kami