Makassar, IDN Times - Presiden pertama RI Sukarno dalam sejarahnya banyak mengalami ancaman pembunuhan. Seperti pada 7 Januari 1962, saat ia berkunjung ke Makassar, Sulawesi Selatan. Namun, Bung Karno lolos dari upaya pembunuhan yang terjadi di Jalan Cendrawasih Makassar itu.
Peristiwa mencekam itu diceritakan mantan pengawal Bung Karno, Bambang Widjanarko dalam buku Sewindu Dekat Bung Karno (1988). Dia menulis saat kejadian, waktu menunjukkan pukul 18.55 Wita.
Pada Minggu malam itu, Bung Karno yang sedang dalam iring-iringan mobil menuju Gelanggang Olahraga (GOR) Mattoanging, dilempari granat. Namun ia selamat, sebab ledakan granat meleset dari mobil yang ia ditumpangi. Padahal, puluhan orang di tepi jalan dikabarkan terluka akibat kejadian itu.
"Penerangan jalan saat itu memang masih kurang, kegelapan malam menutup remang kanan kiri jalan. Dengan sangat tiba-tiba terlihat cahaya berkilat bersamaan dengan terdengarnya ledakan dahsyat dekat di depan mobil yang kami naiki. Langsung saya mengerti bahwa itu adalah ledakan sebuah granat," kata Bambang dalam buku tersebut.
Baca Juga: 3 Surat Romantis Sukarno pada Naoko Nemoto di Tengah Gejolak RI
1. Pelemparan granat terjadi dalam perjalanan menuju GOR Mattoanging, untuk berpidato di depan ribuan orang
Pada malam kejadian, Bung Karno sedang dalam perjalanan dari rumah jabatan gubernur untuk berpidato di depan ribuan massa di GOR Mattoanging (kini Stadion Andi Mattalatta). Lokasinya ratusan meter dari ledakan di Jalan Cendrawasih.
Bung Karno menumpang mobil didampingi Gubernur Sulsel AA Rivai. Urutan iring-iringan terdiri dari sepeda motor sebagai voor rijders, sebuah jip Dewan Kawal Pribadi (DKP), mobil Indonesia 1, sebuah jip lagi diisi DKP, dan ditutup sepeda motor. Dalam mobil, Sukarno duduk di kursi kanan belakang dan sang gubernur di kirinya. Pengemudi di depan kanan, sedangkan Bambang di sebelah kirinya.
Jarak dari gubernuran ke GOR Mattoanging tidak jauh, namun rombongan mengambil jalur memutar. Dari gubernuran, mobil menembus sepanjang Jalan Jenderal Sudirman, lalu belok menuju gedung RRI di tepi pantai, lalu melintasi Jalan Cendrawasih menuju GOR.
2. Orang-orang di GOR tidak tahu Bung Karno dilempar granat
Saat terjadi ledakan, Bambang Widjanarko seketika meminta Bung Karno merebahkan badan. Semua kendaraan di depan berhenti. Dengan membungkukkan badan dan memegang pistol kecil, Bambang membuka pintu dan keluar dari mobil.
Semua anggota DKP sudah meloncat dari kendaraan dan siap siaga melindungi Sukarno. Tapi tidak ada serangan susulan, suasana hening dan mencekam. Bambang memerintahkan rombongan konvoi jalan terus menuju tempat tujuan.
Lanjutkan membaca artikel di bawah
Editor's picks
"Rupanya di gedung olahraga itu tak seorang pun mengetahui kejadian yang baru lewat beberapa menit lalu, tak ada yang mendengar ledakan granat, dan tentu saja suasana genting mencekam tidak mereka rasakan," tulis Bambang.
"BK (Bung Karno) turun dari mobil dengan muka cerah melempar senyum, berjabatan tangan dengan para pejabat tinggi setempat, dan terus berjalan gagah menuju ruangan. Menggelegar, menggemuruh massa menyambut kedatangan BK, dengan teriakan serempak, hidup Bung Karno, Hidup Bung Karno, tiada henti-hentinya," kisahnya, melanjutkan.
3. Wali Kota Makassar menyamar jadi Bung Karno
Usai acara di GOR Mattoanging berlangsung aman, operasi selanjutnya memastikan Bung Karno pulang dengan selamat. Saat pembawa acara mengumumkan sang presiden akan meninggalkan ruangan, semua hadirin diminta tetap berada di tempat dan tidak bergerak sebelum konvoi kendaraan rombongan berangkat.
Konvoi resmi disiapkan menurut kebiasaan, lengkap dengan voor rijders dan jip pengawal. Bedanya, dalam mobil Indonesia 1 duduk Wali Kota Makassar Muhammad Daeng Patompo. Dia yang berbadan gagah lengkap dengan peci hitam menyamar sebagai Bung Karno, didampingi dua pejabat lain yang menyamar sebagai gubernur dan ajudan.
Dengan suara sirene mengaung, konvoi pun berangkat melalui rute yang direncanakan, yakni kembali melalui Jalan Cendrawasih menuju ke gubernuran. Kali ini Bung Karno, gubernur, dan Bambang naik di mobil biasa yang berjalan di belakang jip kawal pribadi.
"Sekali lagi dalam usaha melindungi dan membawa BK dengan selamat kembali ke gubernuran tersebut, BK menyerahkan 100 persen pelaksanaan taktis dan teknisnya kepada para pembantunya. Ia percaya penuh bahwa semua aparat keamanan akan melindungi dan membawanya ke tempat yang aman, sehingga ia dapat terus melaksanakan tugasnya," cerita Bambang.
4. Dua pelaku tertangkap dan dihukum mati
Untuk kasus peristiwa Cendrawasih, dua pelaku dinyatakan bersalah atas rencana pembunuhan dan pelemparan granat terhadap Presiden Sukarno. Keduanya adalah Ida Bagus Surya Tenaya, dan Sersim Mayor Marcus Octavianus Latuperisa. Mereka dijatuhi hukuman mati.
Wartawan senior Rosihan Anwar, dalam catatan yang dikutip dari buku Sebelum Prahara: Pergolakan Politik Indonesia 1961-1965, mengatakan sidang vonis Ida Bagus digelar Mahkamah Angkatan Darat Dalam Keadaan Perang (Mahadper) untuk Indonesia Bagian Timur, pada 22 November 1962.
"Si terhukum Ida Bagus Surya Tenaya dalam komplotan itu berkedudukan sebagai Koordinator RPI (Republik Persatuan Indonesia) sebagai lanjutan dari PRRI/Permesta dengan pangkat kolonel. Ia dilahirkan di Singaraja dan beragama Hindu-Bali."
Peristiwa percobaan pembunuhan terhadap Sukarno di Jalan Cendrawasih Makassar bukan yang pertama atau terakhir kali. Dia beberapa kali merasakan hal serupa. Termasuk dua tahun sebelumnya, saat ia dilempari mortir dalam perjalanan antara Lapangan Terbang Mandai ke Makassar.
Baca Juga: Mengenal Sekilas Dua Tempat Pengasingan Sukarno di Sumatra Utara
Sumber : https://www.idntimes.com/news/indonesia/aanpranata/peristiwa-cendrawasih-percobaan-pembunuhan-soekarno-di-makassar-nasional
Makassar.Online Kumpulan berita terkini harian Makassar dan Sekitarnya terbaru dan terlengkap dari berbagai sumber terpercaya baik media massa terkemuka di Indonesia maupun akun sosmed yang memiliki integritas dalam menyajikan berita keadaan di Makassar.
Sosmed Kami