KabarMakassar.com — Pengacara senior kota Makassar, Tadjuddin Rachman mengancam akan mengugat PLN karena dinilai lalai melaksanakan tugas, sebagaimana yang diamanahkan undang-undang. Kenaikan tarif PLN ini juga dinilai semakin memberatkan pelanggan akibat terdampak pandemi covid-19. Ketua Komisi B DPRD Sulsel Andi Rachmatika akan mengusut melonjaknya tarif PLN tersebut. Sementara Manager PT PLN Persero Makassar Selatan, Raditya Hari Nugraha berjanji akan melakukan perbaikan.
Wacana tersebut mengemuka dalam diskusi Newsroom KabarMakassar seri ke-17 dengan mengangkat tema "Tagihan Melonjak, PLN Digugat?", Sabtu (13/6). Tema ini diangkat karena banyak masyarakat yang mengeluhkan terkait lonjakan pembayaran tagihan listrik. Kegiatan ini menghadirkan lima narasumber dari berbagai latar belakang dan profesi.
Diantaranya adalah Manager PT PLN Persero Makassar Selatan Raditya Hari Nugraha, Sekretaris YLKI Sulsel Judy Raharjo, Advokat Makassar Tadjuddin Rachman, Ketua Komisi B DPRD Sulsel drg. A. Rachmatika Dewi Yustitia Iqbal, dan akademisi Universitas Hasanuddin Makassar Prof. Aminuddin Ilmar.
Pada kesempatan itu, Judy Raharjo mengkritik jika PLN sejak dulu mengalami masalah data dan pelayanan. Khusus untuk sekarang ini, kata Judy, apa ada skenario yang digunakan oleh PLN dalam melakukan perhitungan ketika para pencatat meter tidak hadir karena pelaksanaan Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB).
"Ini penting untuk dipertanyakan kepada PLN. Jadi ini bukan soal data berapa persen konsumen yang mengalami kenaikan tapi ini tentang bagaimana konsumen itu merasa hal yang tidak wajar. Ini juga terkait dengan keterbukaan informasi, misalnya ketika ada konsumen yang tidak mendapat informasi untuk melakukan pengecekan," kata Judy.
Selain itu, kata Judy, diperlukan data valid mengenai jumlah konsumen yang melakukan konfirmasi dan tidak melakukan konfirmasi. Pasalnya, kata dia, ini penting untuk melakukan pengukuran terkait konsumen pada bagia mana yang paling banyak mengalami masalah. Terutama, kata dia, pembagian data konsumen yang 450 kWh maupun yang 900 kWh.
"Maksud saya adalah mereka ini yang dapat diskon atau gratis ketika tidak mendapatkan itu bagaimana, kemana mereka akan mengadu. Atau bagaimana dengan meteran yang di atas seperti 1300 kWh, jika mereka ini mengalami masalah, kemana juga harus mengadu misalnya. Ini kan sangat mendasar dan penting," jelasnya.
Sementara itu, Tadjuddin Rachman memberikan komentar yang sangat pedas kepada PLN. Ia mengatakan jika dirinya ada pengalaman pernah ditagih pembayaran hingga Rp.250 juta. Bahkan, salah advokat senior di Kota Makassar itu mengaku tahu banyak tentang sejumlah permasalahan yang di PLN.
"Di PLN ini banyak oknum koruptornya. Karena banyak kasus yang saya tangani. Sekarang ini ada undang-undang tentang perlindungan konsumen. Sehingga ada kerugian terhadap konsumen maka harus dipertanggungjawabkan, berlaku juga untuk PLN. Ini penting harus diingat," kata Tadjuddin Rachman.
Ia pun sangat menyayangkan tidak adanya sosialisasi yang dilakukan PLN terkait tidak adanya pencatatan meteran selama masa pandemi Covid-19. Menurutnya, ini penting dilakukan karena tidak semua daerah atau wilayah menerapkan adanya PSBB selama pandemi Covid-19 sedangkan masalah kenaikan tarif listrik ini secara nasional.
"Saya ini sudah mendapat banyak sekali laporan dari masyarakat terkait kenaikan listrik ini. Maka dari itu kami akan melakukan langkah hukum terkait hal ini. Karena ketika masyarakat terlambat membayar maka akan diberikan denda tapi ketika PLN melakukan kesalahan seenaknya saja," tegasnya.
DPRD Sulsel Minta Dilakukan Investigasi
Ketua Komisi B DPRD Sulsel, drg. A. Rachmatika Dewi Yustitia Iqbal mengaku jika dirinya bersama sejumlah anggota DPRD Sulsel telah menerima pengaduan secara pribadi terkait adanya lonjakan tagihan listrik. Ia mengaku jika dirinya sangat menyayangkan kepada PLN yang melakukan perubahan kebijakan secara mendadak tanpa adanya sosialisasi.
"Kebijakan catat meter secara manual datang ke rumah dan merubah dengan melakukan perkiraan dengan rata-rata pembayaran dan pemakaian selama tiga bulan tidak dilakukan sosialisasi dengan sangat baik. Dampaknya, banyak sekali masyarakat yang tidak mengetahui kebijakan ini sehingga disuguhkan dengan tagihan untuk pemakaian Mei ini sangat kaget karena ada kenaikan sampai 300 persen," kata Rachmatika Dewi.
Cicu-sapaan akrab drg. A. Rachmatika Dewi Yustitia Iqbal mengatakan tagihan yang sangat memberatkan itu sangat tidak tepat dengan situasi dan kondisi masyarakat pada masa pandemi Covid-19. Selain itu, kata dia, PLN juga harusnya melakukan tranparasi data seperti data pemakaian konsumen.
"PLN harus bersedia melakukan transparansi data yakni pemakaian dan sistem tagihannya setiap rumah tangga. Karena kasus per kasus itu pasti berbeda-beda masalahnya. Makanya PLN harus menjelaskan itu, misal kenapa konsumen A tarifnya naik dan konsumen B sekian. Ini penting untuk akuntabilitas transparansi PLN," jelasnya.
"Saya kira PLN ini juga sudah tahu lebih awal jika nantinya akan ada persoalan kalau menerapkan kebijakan baru. Karena kan Covid-19 ini sudah berlangsung cukup lama, sehingga mestinya PLN juga harus menyediakan solusi sehingga masyarakat tidak kaget. Jika saja tidak banyak masyarakat yang protes atas kebijakan ini maka mungkin tidak ada keringan yang diberikan oleh PLN," ketusnya.
Cicu juga meminta kepada PLN untuk melakukan sejumlah perubahan dan bersedia menerima banyak keluhan dari masyarakat serta memberikan solusi. Apalagi, kata dia, yang dilakukan PLN itu tidak semua benar karena PLN bukan Tuhan. "Kembalikan dana masyarakat ketika ada yang salah catat, ini perlu menjadi catatan buat PLN," katanya.
Bahkan, Cicu mengusulkan agar dilakukan investigasi terhadap masalah kenaikan tagihan listrik ini. Ia mengaku pihaknya akan mengundang Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), Kepolisian dan Kejaksaan untuk mengusut hal ini agar menjadi jelas. "Kalau kami di DPRD tentu ingin transparansi, makanya kita akan minta BPK, Kepolisian, dan Kejaksaan untuk turun tangan tangani masalah ini," pungkasnya.
Pakar Ilmu Pemerintahan, Prof Aminuddin Ilmar mengatakan jika pemerintahan yang baik itu adalah pemerintahan yang dapat melegitimasi kebutuhan rakyatnya. Apalagi, kata dia, PLN sebagai bagian dari pemerintahan yakni dari Badan Usaha Milik Negara (BUMN) telah memonopoli listrik karena tidak ada saingannya.
"Mau tidak mau yah kita tetap akan bayar untuk kebutuhan listrik kepada PLN, makanya PLN sebagai perusahaan layanan publik yang menjadi bagian dari pemerintahan harusnya melegitimasi apa yang menjadi kebutuhan rakyat. Harus ada Standar Operasional Prosedur (SOP) minimum yang jelas yang dilakukan oleh PLN," kata Aminuddin Ilmar.
Aminuddin Ilmar kemudian membandingkan antara layanan PLN dengan layanan PDAM. Menurutnya, kedua layanan tersebut hampir sama karena mengusung public service tapi kemudian layanan PDAM tidak mengalami lonjakan tidak seperti dengan layanan PLN yang proses pencatatanya hampir sama.
"Kedua layanan ini sebenarnya hampir sama, bahkan kalau pencatatannya juga kan sama yakni secara manual. Tapi kemudian kalau PDAM itu kan petugas sendiri yang mencatat, jadi kalau PLN ini kita sendiri melakukan itu maka saya kira seperti bukan layanan public service. Sehingga perlu ada evaluasi dan perbaikan," pungkasnya.
PLN Siap Melakukan Perbaikan
Manager PT PLN Persero Makassar Selatan Raditya Hari Nugraha mengatakan bahwa sejak tahun 2017 tarif listrik PLN tidak pernah mengalami kenaikan. Dalam pelaksanaan kenaikan tagihan listrik, pihaknya mengacu pada Peraturan Menteri (Permen) ESDM nomor 3 tahun 2020. "Kami juga sampaikan bahwa masalah ini tidak terkait dengan kebijakan subsidi silang pemerintah," kata Radit.
Ia juga mengaku jika sejak Maret lalu pihaknya juga patuh pada peraturan pemerintah yang melaksanakan PSBB pada sejumlah wilayah dan kota besar di Indonesia. Karena itu, pihaknya tidak lagi melakukan pembacaan dan pencatatan kWh secara langsung pada rumah konsumen sejak 23 Maret.
"Jadi ini berlaku sejak Maret, kemudian April dan Mei. Tapi pada Mei ini kita mulai lagi melakukan pencatatan dan hasil pencatatan ini terbit tagihan Juni yang saat ini banyak dipertanyakan oleh masyarakat. Jadi kebijakan ini bukan hanya berlaku di Indonesia saja yang menerapkan mekanisme seperti ini tapi juga sejumlah negara lain juga sama," jelasnya.
Ia mengaku pihaknya juga telah melakukan sejumlah upaya sosialisasi agar masyarakat melakukan dokumentasi sendiri kWh-nya untuk dikirimkan melalui aplikasi WhatsApp yang sudah disiapkan PLN. "Ada poin dimana yang mengalami lonjakan tagihan listik ini tidak melaporkan hal ini ke pihak PLN," ujarnya.
Ia menambahkan peta sebaran lonjakan tagihan listrik itu hanya berada pada kisaran 23 persen dari total sekitar 118 ribu pelanggan. Artinya, kata dia, 77 persen konsumen tidak mengalami kenaikan jika berdasarkan rata-rata tagihan pada tiga bulan sebelumnya. "Kami sampai saat ini juga terus melakukan upaya penyelesaian melalui WhatsApp dan aduan yang sudah masuk sebanyak 3073 konsumen," pungkasnya.
Sumber : https://www.kabarmakassar.com/tagihan-melonjak-pln-bakal-digugat/
Makassar.Online Kumpulan berita terkini harian Makassar dan Sekitarnya terbaru dan terlengkap dari berbagai sumber terpercaya baik media massa terkemuka di Indonesia maupun akun sosmed yang memiliki integritas dalam menyajikan berita keadaan di Makassar.
Sosmed Kami