Pilkada Makassar, Suara Golput Lebih Unggul dari Danny-Fatma


Makassar, IDN Times - Melalui rapat pleno terbuka, Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Makassar selesai menggelar rekapitulasi hasil penghitungan suara Pilkada Makassar, Selasa, 15 Desember 2020. Hasilnya, pasangan calon Mohammad Ramdhan "Danny" Pomanto-Fatmawati Rusdi sebagai pemilik suara terbanyak.

Danny-Fatma mengumpulkan 218.908 suara atau 41,3 persen dari total suara sah. Mereka unggul atas Munafri Arifuddin-Abdul Rahman Bando, yang mengumpulkan 184.094 suara atau 34,7 persen. Di peringkat tiga pasangan Syamsu Rizal-Fadli Ananda meraih 100.869 suara atau 19 persen, dan terakhir Irman Yasin Limpo-Andi Zunnun Armin dengan perolehan suara 25.817 atau 4,9 persen.

Data rekapitulasi itu tidak jauh berbeda dengan hasil quick count atau hitung cepat yang diterbitkan lembaga survei pada hari pemungutan suara pada Rabu, 9 Desember 2020. Saat itu sejumlah lembaga mengunggulkan Danny-Fatma meraih suara terbanyak.

Misalnya Lingkar Survei Indonesia (LSI) Denny Ja yang mengumpulkan sampel penghitungan suara di 250 TPS. Hasilnya, pasangan Adama itu menang dengan perolehan suara 41,38 persen.

Ketua KPU Makassar Farid Wajdi menyatakan bersyukur karena tidak ada kendala berarti selama tahapan rekapitulasi Pilkada Makassar. Itu sebabnya hasil rekapitulasi bisa diumumkan lebih cepat dari tenggat waktu, 17 Desember 2020.

"Alhamdulillah sejak kemarin sampai hari ini yang penuh dinamika, alhamdulillah selesai," kata Farid kepada wartawan, Selasa, 15 Desember 2020 malam.

Di luar hasil perolehan suara paslon, yang patut jadi perhatian adalah tingkat partisipasi masyarakat di Pilkada Makassar. KPU Makassar awalnya menargetkan partisipasi 77,5 persen, sesuai yang dicanangkan KPU RI. Namun hasil rekapitulasi, kata Farid, menunjukkan partisipasi pemilih hanya 59,6 persen. Terlepas pilkada digelar di situasi pandemik, capaian itu jauh dari target.

Baca Juga: Fakta-fakta Pilkada Banten, Politik Dinasti Ratu Atut Menang 3 Daerah

1. Jumlah golput lebih tinggi dari pada pemilih Danny-Fatma

Pilkada Makassar, Suara Golput Lebih Unggul dari Danny-FatmaPasangan calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Makassar Mohammad Ramdhan Pomanto (kanan) dan Fatmawati Rusdi (kiri) menyampaikan keterangan pers di Makassar, Sulawesi Selatan, Rabu (9/12/2020). (ANTARA FOTO/Arnas Padda)

Surat keputusan (SK) penetapan rekapitulasi hasil Pilkada Makassar menunjukkan ada 537.585 orang yang menggunakan hak pilihnya. Sedangkan jumlah pemilih berdasarkan daftar pemilih tetap (DPT) dan pemilih tambahan, berjumlah 921.693 orang. Berdasarkan data itu, pengguna hak pilih hanya 58,32 persen, lebih rendah dari klaim Farid.

Merujuk data yang sama, ada 384.108 pemilih yang tidak menggunakan hak suaranya. Terlepas dari alasannya, mereka yang tidak memilih sering disebut golongan putih alias golput. Jumlahnya terbilang besar, karena jauh lebih banyak dari jumlah perolehan suara pemenang Pilkada Makassar.

Jumlah golput juga belum termasuk pemilih yang suaranya tidak sah. Dari 537.585 pengguna hak pilih, KPU menyatakan 7.897 suara tidak sah. Juga belum termasuk warga Makassar yang sudah punya hak pilih tapi tidak terekam di DPT atau belum punya KTP-el.

2. Tingkat partisipasi pemilih sedikit lebih baik meski di situasi pandemik

Pilkada Makassar, Suara Golput Lebih Unggul dari Danny-FatmaKetua KPU Makassar Farid Wajdi saat kegiatan pengundian nomor urut paslon di Hotel Harper Makassar, Kamis (24/9/2020). Dok. KPU Makassar

Meski di bawah target KPU, jika dibandingkan pemilihan sebelumnya, tingkat partisipasi pemilih di Pilkada Makassar 2020 sedikit lebih baik. Pada Pilkada 2018, misalnya, tingkat partisipasi tercatat 57,02 persen. Sedangkan partisipasi Pemilu 2019 di Makassar 58,9 persen.

Farid mengatakan pihaknya sempat memprediksi jumlah pemilih menurun karena pandemik COVID-19. Tapi menurut dia, isu itu tidak terlalu berpengaruh karena tetap banyak masyarakat yang datang menyalurkan hak suaranya.

"Alhamdulillah warga kota atas kerja sama yang luar biasa datang ke TPS menggunakan hak pilih," kata Farid, pada kesempatan lain.

Farid mengakui KPU Makassar sempat menargetkan tingkat partisipasi pemilih 77,5 persen. Tapi dia menyebut target itu direncanakan sebelum adanya pandemik. "Itu tentu tidak relevan ketiika kita jadikan standar yang sama seperti dalam situasi pandemik," katanya.

3. Paslon berperan dalam mobilisasi pemilih

Pilkada Makassar, Suara Golput Lebih Unggul dari Danny-FatmaIlustrasi Pilkada (ANTARA FOTO/Umarul Faruq/hp.)

Peneliti lembaga survei LSI Denny JA Hanggoro Doso juga menyoroti partisipasi pemilih yang meningkat tipis dibandingkan pilkada sebelumnya. Dia membandingkan Pilkada Makassar 2020 yang diikuti empat pasangan calon, dengan Pilkada Makassar 2018 yang mempertemukan paslon tunggal dengan kolom kosong.

Menurut Hanggoro, meningkatnya tingkat partisipasi pemilih, salah satunya disebabkan karena masyarakat punya lebih banyak pilihan. Apalagi masing-masing paslon sama-sama berupaya merebut perhatian masyarakat.

Menurut hasil quick count LSI Denny JA, tingkat partisipasi pemilih di Makassar berkisar 59,28 persen. Data direkam pada sampel 250 tempat pemungutan suara (TPS) dari total 2.934 TPS se-Makassar.

Lanjutkan membaca artikel di bawah

Editor's picks

"Tak terlepas dari mobilisasi kandidat. Semakin tinggi persaingan, semakin tinggi pula partisipasi mereka," katanya pada konferensi pers di Makassar, Rabu, 9 Desember 2020.

4. Rendahnya partisipasi pemilih jadi alarm bagi penyelenggara pemilu

Pilkada Makassar, Suara Golput Lebih Unggul dari Danny-FatmaIDN Times/Aan Pranata

Pengamat Politik Universitas Muhammadiyah Makassar, Andi Luhur Prianto, menilai presentasi tingkat partisipasi pemilih pada Pilkada Makassar memang naik. Tapi angka tersebut masih rendah dan jauh dari target penyelenggara. 

Secara umum, kata Luhur, rendahnya partisipasi pemilih harus menjadi alarm, untuk kepercayaan warga negara atas prosedur-prosedur demokrasi yang dibangun. 

"Legitimasi politik substantif pemimpin terpilih jadi rendah, meskipun memenuhi syarat legitimasi politik formal. Sistem pemilihan yang kita bangun menempatkan aktivitas memilih sebagai hak. Bukan kewajiban," katanya.

Menurut Luhur, tipologi pemilih perkotaan (urban) berbeda dengan karakter pemilih non-urban atau sub-urban, terutama pada kemudahan akses informasi dan literasi elektoral pemilihnya. Hasil pilkada juga tidak selalu terkait dengan aktivitas dan kepentingan masyarakat perkotaan yang plural.

Persentase partisipasi pemilih yang rendah, lanjutnya, bisa dijelaskan dari perspektif sistem dan prosedur-prosedur pilkada dan kinerja penyelenggara. Kedua hal itu dinilainya bisa menjadi faktor kritikal yang bisa membuat pemilih tidak hadir di TPS. 

"Apalagi momen pemilihan berlangsung pada masa pandemik COVID-19. Angka golput teknis dan golput ideologis masih tinggi," kata Luhur.

Untuk situasi Pilkada Makassar, menurut Luhur, pemilih golputlah pemenang yang sesungguhnya. Karena angka partisipasi tersebut masih jauh dari target penyelenggara. Bahkan, kehadiran beberapa pasangan calon, yang relatif merupakan tokoh politik lama, tidak cukup menjadi magnitude bagi pemilih. 

"Tidak cukup alternatif yang meyakinkan. Bisa juga pemilih seperti kehilangan harapan dari janji-janji kampanye yang di tawarkan para kandidat," katanya.

5. Butuh perbaikan sistem dan prosedur-prosedur pemilihan

Pilkada Makassar, Suara Golput Lebih Unggul dari Danny-FatmaIlustrasi TPS. IDN Times/ Mela Hapsari

Perihal pilkada dalam situasi pandemik COVID-19, Luhur mengatakan, banyak pihak sudah meminta pelaksanaan pilkada ditunda. Tapi pemerintah, DPR, dan penyelenggara pemilu tetap sepakat melaksanakan. Dengan situasi itu, seharusnya penyelenggara sudah punya rencana aksi mitigasi untuk perlindungan dan partisipasi pemilih.

"Setidaknya bisa dimulai dengan perbaikan sistem dan prosedur-prosedur pemilihan dan peningkatan kinerja penyelenggara," kata Luhur.

Perbaikan sistem dan prosedur pemilihan yang dimaksud Luhur, adalah terkait peninjauan regulasi, sistem penyaluran suara (ballotting), teknis pemilihan, serta aspek sistem yang lain, termasuk model rekrutmen calon kepala daerah. 

Terkait kinerja penyelenggara, Luhur mengatakan, masih banyak keterbatasan yang dimiliki penyelenggara ad hoc dalam mengawal pilkada yang profesional dan berintegritas. 

"Di tingkat basis, masalah-masalah klasik penyelenggaraan pilkada seperti politik uang, politisasi ASN, dan masalah-masalah lain tidak bisa terjangkau seluruhnya oleh penyelenggara," kata Luhur.

6. Penetapan pemenang pilkada menunggu pengumuman MK

Pilkada Makassar, Suara Golput Lebih Unggul dari Danny-FatmaDebat publik kedua Pilkada Makassar 2020. IDN Times/KPU Makassar

KPU tinggal selangkah lagi menetapkan hasil pemenang Pilkada Makassar 2020. Komisioner KPU Gunawan Mashar mengatakan, sebelum penetapan, KPU masih menunggu ada atau tidaknya pihak yang melayangkan gugatan atas penetapan hasil penghitungan suara.

"Jika setelah tanggal 17 tidak ada pengajuan perselisihan hasil pemilihan, itu memungkinkan untuk langsung dilakukan penetapan," ungkap Gunawan.

Penetapan paslon terpilih dengan catatan tanpa permohonan perselisihan hasil pemilihan di Mahkamah Konstitusi. KPU menunggu paling lama lima hari setelah MK resmi memberitahukan permohonan yang terdaftar dalam buku registrasi perkara konstitusi (BRPK).

"Jadi lima hari setelah proses perselisihannya itu kami dapatkan, barulah bisa dilakukan penetapan," katanya.

Baca Juga: 2.468 Surat Suara Pilkada Makassar Rusak, Ini Jenis Kerusakannya



Sumber : https://www.idntimes.com/news/indonesia/ashrawi-muin/golput-masih-menang-di-pilkada-makassar-nasional

Makassar.Online Kumpulan berita terkini harian Makassar dan Sekitarnya terbaru dan terlengkap dari berbagai sumber terpercaya baik media massa terkemuka di Indonesia maupun akun sosmed yang memiliki integritas dalam menyajikan berita keadaan di Makassar.