Sleman - Balai Penyelidikan dan Pengembangan Teknologi Kebencanaan Geologi (BPPTKG) Yogyakarta menyebut lava belum muncul di Gunung Merapi, kendati magma terus mendekati permukaan. Guguran yang terjadi belakangan ini dari sisa material lama.
"Memang sudah sangat (dekat) di permukaan. Kami bisa melihat posisi magma di mana. Misalnya dari pusat terjadinya kegempaan yang disebut dengan hiposenter," kata Kepala BPPTKG Hanik Humaida dalam konferensi virtual, Rabu, 11 November 2020.
Hanik mengatakan gempa guguran yang terjadi beberapa hari ini bukan dari material baru. Namun material lama sisa erupsi Merapi terdahulu. "Lava atau kubah lava belum muncul di permukaan. Guguran itu adalah material lama. Misal lava 1948 itu adalah lava sisa erupsi Merapi 1948. Kemudian lava 1988, itu sisa erupsi 1988," jelasnya.
Menurut Hanik, erupsi terbaru Merapi berlangsung sejak 2018 sampai sekarang. Pada erupsi 21 Juni 2020, terjadi banyak sekali gempa vulkanik. Setelah itu, hanya muncul sekali.
Posisi tekanannya terpusat sekarang di jarak 1,5 kilometer dari puncak,
"Sejak pertengahan September 2020 sampai saat ini tidak terjadi gempa vulkanik dalam. Kemudian gempa vulkanik dangkal muncul berbarengan dengan gempa fase banyak. Terjadi kenaikan yang signifikan sehingga kami naikkan status itu dari 'Waspada' ke 'Siaga'. Kalau dilihat dari energinya terjadi peningkatan," ucapnya.
BPPTKG masih terus mengevaluasi perkembangan aktivitas gunung api di perbatasan Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta itu. Menurutnya, untuk menaikkan status dari level III 'Siaga' menjadi level IV 'Awas' tetap harus didasari berbagai indikator.
Indikator itu antara lain kondisi seismik, guguran, gempa vulkanik, dan deformasi, termasuk ancaman bahaya. "Yang penting adalah kalau kami menaikkan status yang menjadi pertimbangan adalah ancaman bahayanya. Kalau ancaman bahaya mulai membesar, kami akan menaikkan status," ucapnya.
Status Merapi saat ini masih di level III 'Siaga'. Ancaman bahaya berupa guguran lava, lontaran material vulkanik dari erupsi eksplosif, dan awan panas sejauh maksimal lima kilometer dari puncak Merapi. Sejak dinaikkan statusnya pada Kamis 5 November lalu, guguran lava sempat meluncur sejauh tiga kilometer ke arah barat.
Sementara itu Kepala Seksi Merapi BPPTKG Agus Budi Santoso menambahkan, posisi tekanan lava saat ini telah terpantau. "Posisi tekanannya terpusat sekarang di jarak 1,5 kilometer dari puncak," ucapnya.
Sebelumnya diberitakan Jumlah pengungsi Merapi yang menempati barak-barak pengungsian di Kabupaten Magelang terus bertambah pasca kenaikan status Gunung Merapi. Hingga Selasa, 20 November 2020, jumlah pengungsi mencapai 830 jiwa dan tersebar di sembilan titik pengungsian.
Kepala Pelaksana Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kabupaten Magelang, Edi Susanto menyebutkan, para pengungsi sudah langsung menempati barak di desa penyangga yang sudah menjalin kerjasama dengan desa asal mereka.
"Untuk warga Desa Paten menempati barak pengungsian di Desa Banyurojo Mertoyudan, Desa Krinjing di Desa Deyangan Mertoyudan, Desa Ngargomulyo di Desa Tamanagung Muntilan, Desa Keningar di Desa Ngrajek Mungkid," jelas Edi, dalam laporan tertulis, Selasa, 10 November 2020. []
Baca juga:
Berita terkait
Sumber : https://www.tagar.id/waspada-magma-merapi-berada-di-15-kilometer-dari-puncak
Makassar.Online Kumpulan berita terkini harian Makassar dan Sekitarnya terbaru dan terlengkap dari berbagai sumber terpercaya baik media massa terkemuka di Indonesia maupun akun sosmed yang memiliki integritas dalam menyajikan berita keadaan di Makassar.
Sosmed Kami