Makassar, IDN Times - Berbagai pemerhati kemanusiaan dan lingkungan dalam Koalisi Masyarakat Sipil Sulawesi Selatan mengecam penangkapan nelayan Pulau Kodingareng Makassar, Sabtu (12/9/2020). Tujuh nelayan ditangkap usai aksi protes di dekat kapal penambang pasir laut.
Selain nelayan, Polair Polda Sulsel juga menangkap serta menahan seorang aktivis lingkungan dan tiga orang pers mahasiswa.
"Kami mendesak agar Polair Polda Sulsel segera membebaskan mereka yang ditangkap," kata Advokat Publik Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar Edy Kurniawan dalam siaran persnya, Sabtu.
Baca Juga: Polisi Kembali Tangkap Nelayan karena Demo Penambang Pasir Laut
1. Mereka ditangkap usai aksi protes di dekat kapal penambang pasir laut
Polisi menangkap sebelas orang yang baru saja menggelar aksi protes di tengah laut, Sabtu pagi. Dalam aksi itu, masyarakat Pulau Kodingareng mengusir kapal penambang pasir meninggalkan perairan yang jadi wilayah tangkap nelayan.
Nelayan yang ditangkap, masing-masing bernama Nawir, Asrul, Andi Saputra, Irwan, Mustakim, Nasar dan Rijal. Satu aktivis lingkungan bernama Rahmat. Sedangkan tiga orang pers mahasiswa masing-masing, Hendra dari Unit Kegiatan Pers Mahasiswa (UKPM) Universitas Hasanuddin serta Mansyur dan Raihan dari Unit Kegiatan Penerbitan dan Penulisan Mahasiswa (UPPM) Universitas Muslin Indonesia.
Polisi menangkap mereka atas dasar dugaan pengerusakan terhadap kapal penambang pasir.
"Penangkapan tiga pers mahasiswa saat mereka meliput aksi perjuangan nelayan. Mereka sudah memperlihatkan kartu identitas persnya namun (oknum) polisi tetap menangkap mereka," ungkap Edy.
2. Penangkapan diduga melanggar Peraturan Kapolri
Edy mengatakan, satu nelayan mengalami kekerasan hingga berdarah di bagian wajah. Sementara Rahmat yang sedang merekam kejadian ikut ditangkap dan mengalami kekerasan fisik.
"Dipukul di bagian wajah dan badan, ditendang dan lehernya diinjak. Lalu handphone milik Rahmat yang dipakai merekam jatuh ke laut saat hendak disita oleh Polair," ucap Edy.
Menurut keterangan masyarakat pulau Kodingareng, kata Edy, sempat terdengar suara tembakan peringatan saat kejadian penangkapan. Hal itu dibuktikan dengan temuan proyektil di atas perahu kecil milik warga. Tindakan kekerasan dan penangkapan itu dianggap sangat berlebihan.
"Dalam artian belum diperlukan dan masih dapat dihindari. Aparat Polair Polda Sulsel tersebut diduga melanggar prinsip-prinsip penggunaan kekuatan berdasarkan Pasal 3 Peraturan Kapolri Nomor 1 tahun 2009," Edy menerangkan.
3. Polair bantah soal tudingan kekerasan dan penggunaan senjata
Direktur Polair Polda Sulsel Kombes Hery Wiyanto sudah membantah tudingan soal penangkapan. Dia menyatakan petugas tidak menggunakan senjata dan peluru tajam.
"Sesuai laporan anggota yang bertugas tidak ada unsur kekerasan yang dilakukan saat itu," kata Hery kepada IDN Times saat dikonfirmasi terpisah.
Hery mengatakan, mereka ditangkap karena merusak kapal penambang pasir. Nelayan disebut kapal di lokasi penyetodak pasir dan melemparkan bom molotov.
"Makanya kapal balik dan masih dikejar sehingga ketemu kapal Polair dan diamankan," ujarnya.
4. Koalisi Masyarakat Sipil Sulsel sampaikan 8 poin pernyataan sikap
Koalisi Masyarakat Sipil Sulsel mengecam tindakan Polair Polda Sulsel. Ada delapan poin tuntutan yang mereka layangkan melalui pernyataan sikap. Pertama, mereka mendesak Kombes Hery Wiyanto agar segera membebaskan sebelas orang yang ditangkap.
Kedua, Koalisi mendesak polisi tidak melakukan pemeriksaan terhadap 11 orang yang ditangkap tanpa pendampingan dari penasehat hukum. Ketiga, Komnasham RI dan Kompolnas RI segera melakukan investigasi terkait dugaan pelanggaran HAM oleh aparat Polair Polda Sulsel yang bertugas.
Keempat, Polda Sulsel dan Polair diminta menghentikan kriminalisasi terhadap nelayan Kodingareng yang tengah mempertahankan hak atas hidup dan kehidupannya. Kelima, mendesak Gubernur Sulsel menghentikan kapal milik PT Royal Boskalis dan mencabut izin tambang pasir laut di wilayah tangkap nelayan.
Keenam, hentikan reklamasi Makassar New Port (MNP) karena telah menghilangkan ruang hidup nelayan pesisir Makassar. Ketujuh mendesak Kementerian Kelautan Perikanan RI untuk mencabut Perda Sulsel Nomor 2 tahun 2019 tentang Rencana Zonasi Wilayah Pesisir dan Pulau-pulau Kecil (RZWP3K).
Dan terkahir, mereka juga mendesak agar Pemerintah Provinsi Sulsel melindungi hak-hak tradisional nelayan wilayah perairan spermonde sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 tahun 2016, tentang Perlindungan dan Pemberdayaan Nelayan, Pembudidaya Ikan dan Petambak Garam.
Baca Juga: Selain Nelayan Kodingareng, Polisi Tangkap Aktivis dan Pers Mahasiswa
Sumber : https://sulsel.idntimes.com/news/sulsel/sahrul-ramadan-1/polair-polda-sulsel-dikecam-soal-penangkapan-nelayan-dan-aktivis
Makassar.Online Kumpulan berita terkini harian Makassar dan Sekitarnya terbaru dan terlengkap dari berbagai sumber terpercaya baik media massa terkemuka di Indonesia maupun akun sosmed yang memiliki integritas dalam menyajikan berita keadaan di Makassar.
Sosmed Kami