Ombudsman Kritik Perwali Makassar: Orang Miskin Jangan Didenda


Makassar, IDN Times - Ombudsman RI Perwakilan Sulawesi Selatan mengkritik sejumlah praktik tidak mendidik pada Peraturan Wali Kota Makassar yang mengatur pencegahan COVID-19. Aturan yang dimaksud adalah Perwali Nomor 51 dan 53 Tahun 2020.

Perwali 51 mengatur penerapan disiplin dan penegahan hukum protokol kesehatan. Sedangkan Perwali 53 tentang pedoman protokol kesehatan pada pelaksanaan kegiatan pernikahan di hotel dan pertemuan di Kota Makassar.

Menurut Kepala Ombudsman RI Perwakilan Sulsel Subhan Djoer, sejumlah isi aturan itu terkesan main-main dan sebatas formalitas. Dia mencontohkan sanksi memeluk pohon, memungut sampah, atau push up.

"Itu sama halnya mempertontonkan ketololan. Itu sesuatu yang tidak perlu dibesar-besarkan," kata Subhan kepada IDN Times, Rabu (23/9/2020).

Baca Juga: Pelanggar Protokol Kesehatan di Makassar Terancam Denda hingga Pidana

1. Sanksi denda tidak boleh berlaku kepada orang miskin

Ombudsman Kritik Perwali Makassar: Orang Miskin Jangan DidendaIDN Times/Debbie Sutrisno

Perwali mengatur sejumlah sanksi bagi masyarakat. Selain teguran dan sanksi sosial, pelanggar protokol kesehatan juga terancam denda maksimal Rp100 ribu. Sedangkan sanksi bagi tempat usaha berupa denda maksimal Rp20 juta hingga penutupan tempat usaha.

Menurut Subhan, sanksi dalam perwali seharusnya mempertimbangkan sisi keadilan bagi masyarakat yang masuk dalam kategori tidak mampu. Sanksi harus dibarengi dengan proses edukasi yang baik kepada masyarakat. Pemerintah harus memastikan bahwa sanksi benar-benar dipahami semua orang.

"Sanksi selain harus sesuai dengan aturan, ada rasa keadilan di situ. Ketika sanksi itu denda, itu tidak boleh berlaku untuk orang miskin. Sanksi sosial boleh," kata Subhan.

2. Selain mengedukasi, pemerintah wajib memfasilitasi masyarakat miskin

Ombudsman Kritik Perwali Makassar: Orang Miskin Jangan DidendaIDN Times/Debbie Sutrisno

Subhan mengungkapkan, substansi perwali sebenarnya adalah mendidik masyarakat agar patuh menerapkan protokol pencegahan COVID-19. Karena prosesnya mendidik, maka pemerintah wajib mengakomodir semua kebutuhan masyarakat agar pelaksanaan perwali berjalan maksimal.

Salah satu contohnya, jika masyarakat khususnya orang miskin tidak menggunakan masker, maka pemerintah wajib memfasilitasi. Dengan catatan, masker yang disediakan harus sama persis dengan masker yang digunakan pejabat pemerintah. Bukan masker yang ala kadarnya atau masker murahan.

"Jangan karena pemerintah dia pakai masker harganya Rp200 ribu, masyarakat miskin pakai yang Rp3 ribu. Itu tidak benar. Karena anggaran itu untuk masyarakat, bukan anggaran mempertontonkan pemakaian masker yang mewah oleh pejabat daerah," ucap Subhan.

3. Pemerintah diingatkan belajar, evaluasi diri dan merefleksi kebijakan yang diterapkan

Ombudsman Kritik Perwali Makassar: Orang Miskin Jangan DidendaPetugas gabungan memeriksa kelengkapan surat keterangan bebas COVID-19 bagi pengendara yang masuk ke Kota Makassar. IDN Times/Istimewa

Subhan menilai, pelaksanaan perwali sejauh ini masih tidak efektif bahkan terkesan bersifat main-main. Dia pemerintah belajar dari kebijakan yang diterapkan sebelumnya. Perwali jangan dijadikan sebagai alat untuk menindas masyarakat yang kecil.

Subhan mengatakan, pengusaha yang punya uang banyak bisa seenaknya melanggar tanpa diberikan sanksi tegas dan transparan ke publik. Padahal aturan harus diterapksan secara konsisten.

"Contoh misalnya Satpol PP sudah konsisten melaksanakan aturan, tapi ketika pengusaha bertemu dengan pimpinan, aturan itu tidak sakral lagi," ujar Subhan.

Baca Juga: Ombudsman Sebut Proyek Makassar New Port Harus Terus Berjalan



Sumber : https://sulsel.idntimes.com/news/sulsel/sahrul-ramadan-1/ombudsman-kritik-perwali-makassar-orang-miskin-jangan-didenda

Makassar.Online Kumpulan berita terkini harian Makassar dan Sekitarnya terbaru dan terlengkap dari berbagai sumber terpercaya baik media massa terkemuka di Indonesia maupun akun sosmed yang memiliki integritas dalam menyajikan berita keadaan di Makassar.