SULSELSATU.com, JAKARTA – Partai Berkarya yang didirikan oleh Hutomo Mandala Putra atau Tommy Soeharto diketahui tengah mengalami konflik kepengurusan.
Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly pun didorong untuk mencabut Surat Keputusan (SK) agar sejalan dengan perundangan.
Awalnya, Presidium Penyelamat Partai Berkarya mewacanakan Musyawarah Nasional Luar Biasa (Munaslub). Hal itu dilakukan karena kecewa dengan prestasi pengurus lama yang gagal membuat Berkarya menembus DPR periode 2019-2024.
Pada Pemilu 2019, berdasarkan hasil rekapitulasi KPU, Partai Berkarya mendapat 2.929.495 suara atau 2,09 persen, di bawah ambang batas parlemen 3,5 persen.
Sebelum Munaslub digelar, Tommy sudah mengeluarkan ancaman kepada kubu ini. Pada Rabu (8/7/2020) lalu, ia mengancam mencopot kader yang ikut serta gerakan ini.
Meski begitu, Presidium Penyelamat Partai Berkarya tetap menggelar Munaslub, di Hotel Grand Kemang, Jakarta Selatan, Sabtu (11/7/2020).
Tommy, didampingi Sekjen Berkarya, Priyo Budi Santoso, dan beberapa petinggi partai lainnya datang ke lokasi dan membubarkan munaslub tersebut.
Meski demikian, Munaslub tetap menyelesaikan misinya mengganti kepengurusan. Muchdi Pr didaulat sebagai Ketua Umum, Badarudin Andi Picunang, kembali ke posisi Sekjen. Sementara, Tommy Soeharto tergusur dari posisi Ketum dan hanya menjadi Ketua Dewan Pembina.
Selain itu, ada pergantian nama dari Berkarya menjadi Partai Beringin Karya (Berkarya), warna dasar partai pun dari kuning menjadi putih.
Partai Berkarya kubu Muchdi Pr mengklaim telah mengantongi SK dari Menteri Hukum dan HAM Yasonna Laoly terkait perubahan struktur kepengurusan DPP Partai Berkarya periode 2020-2025, 5 Agustus 2020.
Kubu Tommy pun bersiap mengajukan gugatan tata usaha negara hingga pidana atas keberadaan SK itu.
Pengamat Politik dari Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedillah Badrun menduga ada intervensi pemerintah dalam perpecahan di Partai Berkarya. Indikasinya, pertama, SK Menkumham ini terbit tak lama setelah partai berkonflik.
"Dalam UU, Menkumham seharusnya tidak boleh membuat SK saat partai berkonflik. Ini kelihatan terburu-buru, kelihatan rezim ini, Menkumham ini memanfaatkan kisruh internal," tuturnya, seperti yang dikutip dari CNNIndonesia.com.
"Harusnya Menkumham biarkan dulu proses urusan internal selesai," lanjutnya.
Berdasarkan pasal 24 UU Partai Politik, pengesahan perubahan kepengurusan belum dapat dilakukan oleh Menteri hingga perselisihan terselesaikan.
Perselisihan terjadi saat kepengurusan partai ditolak oleh minimal dua pertiga jumlah peserta forum tertinggi pengambilan keputusan parpol itu.
Editor: Kink Kusuma Rein
Sumber : https://www.sulselsatu.com/?p=230174
Makassar.Online Kumpulan berita terkini harian Makassar dan Sekitarnya terbaru dan terlengkap dari berbagai sumber terpercaya baik media massa terkemuka di Indonesia maupun akun sosmed yang memiliki integritas dalam menyajikan berita keadaan di Makassar.
Sosmed Kami