Kurban merupakan ibadah sunnah kifayah atau bersifat kolektif yang dilakukan pada momen hari raya Iduladha. Artinya seseorang yang berkurban sudah meggugurkan tuntutan bagi anggota keluarganya.
Tapi kurban juga bisa berubah hukumnya jadi wajib jika ada nazar. Misalnya orang yang berjanji megeluarkan kurban jika lulus sekolah atau dikaruniai anak.
Secara umum, kurban sunnah dan kurban wajib dilakukan dengan ketentuan yang sama. Misalnya, hari pelaksanannya pada hari Nahar dan hari-hari tasyriq, yakni 10,11, 12, dan 13 Zulhijjah. Selain itu tata cara menyembelihnya, baik syarat, rukun dan sunnahnya juga tidak berbeda.
Kurban wajib dan sunnah hanya berbeda pada empat hal. Berikut penjelasannya menurut Ustaz M. Mubasysyarum Bih, Dewan Pembina Pondok Pesantren Raudlatul Quran yang dikutip dari laman NU Online, Selasa (21/7/2020).
Baca Juga: Ini 3 Tip Memilih Hewan Kurban Sesuai Syariat Islam untuk Iduladha
1. Hak mengonsumsi daging bagi pelaksana kurban
Mudlahhi, yakni pelaksana kurban dibolehkan memakan daging pada kurban sunnah. Diutamakan memakan beberapa suap saja untuk mengambil keberkahan, dan sisanya disedekahkan.
Sebaliknya, mudlahhi haram memakan sedikit pun daging pada kurban wajib. Hal yang sama berlaku untuk orang yang dalam tanggungan nafkah mudlahhi, yakni anak, istri, dan sebagainya.
Mengutip Syekh Muhammad Nawawi bin Umar al-Jawi al-Bantani pada Tausyikh 'Ala Ibni Qasim, halaman 531:
"Orang berkurban dan orang yang wajib ia nafkahi tidak boleh memakan sedikitpun dari kurban yang dinazari, baik secara hakikat atau hukumnya."
2. Kadar yang wajib disedekahkan
Pendapat yang kuat menurut mazhab Syafi'i menyatakan standar minimal yang wajib disedekahkan pada kurban sunnah berupa kadar daging dengan standar kelayakan umum. Misalnya berupa satu kantong plastik daging. Kadar yang remeh seperti satu atau dua suapan tidak disarankan.
Menurut Syekh Khathib al-Syarbini pada Mughni al-Muhtaj, juz 6, halaman 135, kadar daging itu wajib diberikan kepada minimal satu orang fakir atau miskin. Selebihnya, mudlahhi bisa memakannya sendiri atau dibagikan kepada orang-orang untuk dikonsumsi. Kadar standar di sini wajib diberikan dalam kondisi mentah.
Untuk kurban wajib, semua daging harus disedekahkan kepada fakir atau miskin. Tidak bisa dimakan oleh mudlahhi dan orang-orang yang dia nafkahi, serta tidak bisa diberikan kepada orang-orang yang mampu. Demikian dijelaskan Syekh Ibnu Qasim al-Ubbadi, Hasyiyah Ibni Qasim 'ala Tuhfah al-Muhtaj, juz 9, halaman 363.
Baca Juga: Gak Boleh Sembarangan, Hewan Kurban di Makassar Harus Penuhi Syarat
3. Pihak yang menerima
Seperti yang sudah disinggung pada poin sebelumnya, kurban wajib hanya berhak diterima oleh fakir atau miskin. Sedangkan mudlahhi serta orang yang mampu tidak berhak. Semua bagian kurban wajib disedekahkan kepada fakir/miskin, meliputi daging, kulit, tanduk, dan lain-lain.
Bagian kurban yang tidak didistribusikan tepat sasaran wajib diganti rugi untuk fakir/miskin. Dalam kitab Hasyiyah I'anah al-Thalibin disebutkan:
"Bila seseorang bernazar berkurban dengan hewan yang cacat atau masih kecil atau ia mengatakan; aku menjadikannya sebagai hewan kurban; maka wajib disembelih dan tidak mencukupi sebagai kurban, meski waktu penyembelihannya khusus pada waktu kurban dan berlaku ketentuan kurban wajib dalam hal tasaruf (pemanfaatan). Haram memakan dari kurban atau hadyu yang wajib disebabkan nazar."
Sedangkan kurban sunnah boleh diberikan kepada fakir/miskin maupun orang kaya. Tapia da perbedaan hak orang miskin dan kaya atas daging kurban. Bagi orang miskin, kurban yang diterima bersifat tamlik, yaitu hak kepemilikan secara penuh sehingga bisa dijual. Sedangkan orang kaya hanya boleh memakan kurban yang dia terima. Boleh juga disuguhkan kepada orang lain, tapi tidak boleh dijual.
4. Niat
Baik kurban sunnah dan wajib sama-sama boleh disembelih sendiri atau diwakilkan kepada orang lain. Keduanya sama-sama harus diawali niat. Yakni bisa dilakukan saat menyembelih atau ketika memisahkan hewan kurban dengan hewan lain.
Contoh niat kurban sunnah yang diniati sendiri:
"Aku niat berkurban sunnah untuk diriku karena Allah."
Contoh niat kurban sunnah yang diwakilkan:
"Aku niat berkurban sunnah untuk Zaid (orang yang memasrahkan kepadaku) karena Allah".
Contoh niat kurban wajib yang diniati sendiri:
"Aku niat berkurban wajib untuk diriku karena Allah"
Contoh niat kurban wajib yang diwakilkan:
"Aku niat berkurban sunnah untuk Zaid (orang yang memasrahkan kepadaku) karena Allah".
Baca Juga: Begini Doa dan Tata Cara Penyembelihan Hewan Kurban
Sumber : https://sulsel.idntimes.com/life/education/aanpranata/pahami-kurban-wajib-dan-sunnah-ini-4-perbedaannya
Makassar.Online Kumpulan berita terkini harian Makassar dan Sekitarnya terbaru dan terlengkap dari berbagai sumber terpercaya baik media massa terkemuka di Indonesia maupun akun sosmed yang memiliki integritas dalam menyajikan berita keadaan di Makassar.
Sosmed Kami