Makassar, IDN Times - Kisah perjuangan Andi Baso Ryadi Mappasulle dan keluarganya untuk memindahkan jasad istrinya, Nurhayani Abram, dari pekuburan khusus COVID-19 di Macanda, Kabupaten Gowa, Sulawesi Selatan, belum membuahkan hasil. Dua bulan lebih mereka dijanji oleh Gubernur Sulsel, Nurdin Abdullah, agar jenazah dapat dipindahkan ke pekuburan umum.
Hal tersebut diungkapkan Ryadi di sela upayanya untuk menemui Nurdin Abdullah di Kantor DPRD Sulsel, Jalan Urip Sumoharjo, Makassar, Senin (20/7/2020). "Saya tidak tahu pak gubernur apa masih punya rasa perikemanusiaannya atau tidak. Sampai sekarang sama sekali tidak ada respons untuk perjuangan kami untuk memindahkan jenazah almarhumah istri saya," kata Ryadi saat dikonfirmasi, Senin.
1. Pihak keluarga telah mengantongi izin pemindahan jenazah
Upaya perjuangan Ryadidilakukan menyusul hasil swab test istrinya kala itu dinyatakan negatif COVID-19. Istrinya meninggal dunia pada Jumat, 15 Mei 2020 lalu. Pemeriksaan swab kemudian dilakukan pada Sabtu, 16 Mei 2020.
Ryadi menjelaskan, hasil swab diterima pihak keluarga pada Jumat, 22 Mei 2020 lalu. Namun tim gugus saat itu terlanjur memakamkan jenazah sang istri sesuai dengan protokol COVID-19 di pekuburan khusus.
Saat ini Ryadi mengaku telah mengantongi sejumlah izin dan pernyataan persetujuan resmi dari jajaran pemerintah daerah di kampungnya di Bulukumba, untuk memindahkan jenazah sang istri. Mulai dari tanda tangan persetujuan kepala desa, camat, ketua DPRD Bulukumba, hingga bupati. Surat itu kemudian dibawa untuk diperlihatkan langsung di hadapan Nurdin Abdullah.
Hanya saja surat sekaligus tanda bukti itu belum mendapatkan respons terkait kejelasan, apakah jenazah sang istri akan dipindahkan atau tidak. "Dengan semua surat yang kami sudah dapatkan sekarang. Baru mau memakai perasaannya dan baru sadar kalau ada namanya perikemanusiaan. Mungkin pak gubernur menunggu surat dari Allah SWT," ungkap Ryadi.
2. Pihak keluarga bakal urus sendiri pemindahan jenazah dari Gowa ke Bulukumba
Dalam proses perjuangan demi istrinya, Ryadi dan keluarganya bahkan telah bertemu langsung dengan jajaran Komisi E DPRD Sulsel berujung kesepatakan dalam surat perintah. Dalam surat Komisi E bernomor 490/188/DPRD, Gubernur Sulsel Nurdin Abdullah diminta untuk memfasilitasi pemindahan kuburan alhamarhumah Nurhayani Abram. Surat yang diterbitkan per tanggal 14, Juli 2020, ditandatangani Ketua DPRD Sulsel, Andi Ina Kartika Sari.
Ryadi berkomitmen untuk terus memperjuangkan persoalan ini hingga sang istri bisa dikuburkan dengan layak. Terlebih karena mereka telah menyediakan liang lahat untuk jenazah. Kata Ryadi, gubernur berjanji akan memindahkan jenazah istrinya apabila liang lahat telah disiapkan. Namun hingga seluruh persiapan rampung, janji itu sama sekali belum ditepati.
"Kalau memang tidak ada juga niat baik pak gubernur untuk memindahkan jenazah almarhumah istri saya, kami keluarga akan datang di Macanda untuk memindahkan sendiri jenazah almarhumah istri saya ke Bulukumba," tegas Ryadi.
Baca Juga: Gugus Tugas Sulsel Sesalkan Dokter Rawat Sendiri 190 Pasien COVID-19
3. Gubernur kesulitan tepati janji
Lebih lanjut kata Ryadi, dia dan anaknya serta beberapa orang anggota keluarganya siang tadi berniat untuk menemui langsung Gubernur Nurdin Abdullah di Kantor DPRD Sulsel. Sebelum bertemu, mereka sempat diminta menunggu beberapa jam di depan kantor sebelum Nurdin Abdullah keluar. Namun pertemuan singkat sama sekali tidak mendapatkan kejelasan.
Video pertemuan pihak keluarga Ryadi dan gubernur beredar ke sejumlah grup percakapan WhatsApp. Pihak keluarga Ryadi bahkan sempat bersujud dan memohon di depan Nurdin Abdullah sebelum naik ke atas mobil dinasnya. Ryadi mengatakan, sikap itu ditunjukkan agar gubernur berani mengambil kebijakan sekaligus menepati janjinya agar keluarga diizinkan untuk mengambil jenazah.
Sementara itu, Nurdin Abdullah mengaku kesulitan karena keluarga Ryadi bersurat ke berbagai lembaga negara dan jajaran pemerintah agar jenazah istirinya dapat diambil kembali. "Bapak membuat surat ke mana-mana akhirnya saya jadi susah. Saya jadi susah. Bapak punya surat ke mana-mana saya tidak mungkin membuat keputusan karena surat padahal saya sudah janji," jelas Nurdin.
Nurdin mengaku khawatir apabila ditindaklanjuti, semua pihak akan bersikap sama dengan perjuangan yang dilakukan Andi dan keluarganya. "Yang namanya janji, satu saya bijaki semua akan minta. Ada aturan. Kasih saya waktu. Saya kan sudah bilang, saya mau pindahkan (jenazah) secara diam-diam. Tapi ini kita lagi dapat telepon tiba-tiba minta tanda tangan semua bahwa sesuai dengan protokol COVID-19. Insyallah kita akan pindahkan," janji Nurdin.
4. Sekilas tentang perjalanan keluarga Andi Ryadi perjuangkan istrinya agar dimakamkan dengan layak
Persoalan ini dijelaskan Ryadi bermula saat istrinya dirawat di salah satu rumah sakit rujukan COVID-19 di Kota Makassar, Jumat 15 Mei 2020. Pertama dirawat dan diperiksa, pihak rumah sakit langsung menyatakan bahwa istrinya dikategorikan sebagai pasien dalam pengawasan (PDP).
Padahal kata Ryadi, istrinya saat awal masuk juga dinyatakan mengalami gejala stroke. Sempat menjalani perawatan medis karena sakit kepala sebelah dan setengah bagian tubuhnya kaku, sang istri meninggal dunia pukul 23.45 WITA. "Dia tiba-tiba kena stroke dan pecah pembuluh darah. Dia mengeluh sakit kepala terus. Cuman itu keluhannya. Tidak ada yang lain," jelas Ryadi saat itu.
Karena terlanjur menandatangani sejumlah persyaratan penanganan pasien COVID-19 yang diterima dari rumah sakit sebelum istrinya dirawat, jenazah kemudian diserahkan ke tim gugus tugas untuk proses lebih lanjut. Saat itu kata Ryadi, dia sempat menolak karena istrinya jelas-jelas bukan meninggal dunia akibat terpapar COVID-19. "Tapi divonis PDP," sebutnya.
Kejanggalan semakin terasa ketika tim gugus tugas melakukan uji swab terhadap jenazah sang istri. Ryadi mengaku awalnya menerima apabila jenazah istrinya saat itu ditangani sesuai protap COVID-19. Namun tetap dimakamkan dengan layak, tidak di TPK Macanda. Sayangnya saat proses pemulasaran jenazah, sejumlah petugas dengan alat pelindung diri (APD) lengkap terlanjur memasukkan jenazah istrinya ke dalam peti.
Ketegangan pun sempat terjadi kala itu. Diungkapkan Ryadi, antara dia dan petugas gugus sempat terjadi dialog, salah satu dari petugas gugus berupaya untuk melunakkan Ryadi dengan janji bahwa jenazah tidak akan dibawa ke TPK Macanda. Salah seorang anak perempuannya, dia utus untuk tetap mengawal jenazah ibunya yang terlanjur dimasukkan ke dalam peti agar tidak dibawa dengan mobil ambulans ke TPK.
"Tiba-tiba anak saya ini menangis-menangis melapor kalau jenazahnya ibunya sudah tidak bisa diambil. Tidak bisa dikeluarkan dari peti jenazah dan mau dibawa ke Macanda. Saya sampai baring di bawah mobil jenazah supaya jenazah istri saya tidak dibawa. Saya diseret sama aparat supaya saya pindah. Saya sampai cium sepatunya itu aparat saya tetap diseret bahkan sampai mau diborgol," ungkapnya.
Tanpa bisa berbuat banyak, dia dan kedua anak perempuannya saat itu berupaya mengejar rombongan pengantar jenazah istrinya ke TPK Macanda. Karena hanya menggunakan sepeda motor, iring-iringan rombongan jenazah tidak terkejar. "Saya sampai bertanya-tanya di mana itu (TPK) Mancanda sama warga karena saya tidak tahu itu," imbuhnya.
Perlakuan tidak adil tidak berhenti. Setelah tiba di TPK Mancada, dia dan kedua anaknya tidak diizinkan mendekat oleh tim gugus yang sementara berproses untuk memakamkan jenazah sang istri. "Saya hanya melihat dari jauh saya tidak tahu harus bagaimana saat itu. Hati saya menangis, ada anak-anak saya yang mau lihat ibunya dimakamkan dengan layak," akunya terisak.
Beberapa hari berlalu, tepat pada Jumat, 22 Mei lalu, Ryadi kembali datang menemui tim gugus untuk mempertanyakan hasil swab tes yang telah dilakukan. Mengetahui hasilnya negatif, Ryadi marah dan mempertanyakan kejelasan dari tim gugus. Namun tetap saja dia tidak mendapatkan respons dan penjelasan yang masuk akal.
"Saya bertanya-tanya sama mereka kenapa kalau istri saya PDP, kenapa mereka tidak memperlakukan kami selayaknya orang dalam pemantauan (ODP) karena setiap hari saya dan anak-anak kontak langsung dengan ibunya. Mereka tidak bisa menjawab itu. Itu yang membuat saya, demi apa pun saya akan ambil jenazah istri saya untuk dimakamkan secara layak," tegas Ryadi.
Baca Juga: Jenazah Istri Dicap PDP, Swab Negatif, Suami di Gowa Akan Menggugat
Sumber : https://sulsel.idntimes.com/news/sulsel/sahrul-ramadan-1/bersujud-depan-gubernur-sulsel-pria-ini-minta-makam-istri-dipindahkan
Makassar.Online Kumpulan berita terkini harian Makassar dan Sekitarnya terbaru dan terlengkap dari berbagai sumber terpercaya baik media massa terkemuka di Indonesia maupun akun sosmed yang memiliki integritas dalam menyajikan berita keadaan di Makassar.
Sosmed Kami