Makassar, IDN Times - Sejak dimulai tanggal 20 April 2020 atau genap sebulan yang lalu, program isolasi hotel yang dilakukan oleh Pemprov Sulsel hingga kini telah diikuti oleh sebanyak 931 orang peserta dari berbagai daerah di Sulsel. Mereka tersebar di empat hotel yang berbeda yaitu Swiss-Belhotel, Hotel Almadera, Hotel Harper, dan Hotel Remcy.
Kabar baiknya, dari total jumlah tersebut sudah ada 414 orang yang telah dinyatakan sembuh dan diperbolehkan untuk kembali ke wilayah masing-masing. Program bertajuk rekreasi Duta COVID-19 ini merupakan bagian dari strategi utama Pemprov Sulsel dalam penanganan COVID-19.
Program isolasi hotel ini menyasar warga berstatus orang dalam pemantauan (ODP), pasien dalam pengawasan (PDP), dan pasien positif namun tanpa gejala (OTG). Untuk pasien berstatus PDP atau pasien konfimasi positif COVID-19 dengan gejala berat, akan dirawat di lima rumah sakit rujukan yang berlokasi di Makassar.
"Sedangkan untuk pasien OTG, ODP dan pasien konfirmasi positif yang tidak bergejala sampai gejala ringan, maka semua akan diikutkan dalam program isolasi di rekreasi Duta COVID-19 di hotel yang berlokasi di Makassar," kata Kepala Dinas Keseatan Sulsel, Ichsan Mustari, Rabu (20/5).
1. Program isolasi hotel jadi strategi karantina terpusat
Ichsan mengatakan, strategi penanganan COVID-19 melalui program isolasi hotel ini dilakukan untuk menghindari terbentuknya episentrum baru di daerah lain selain Makassar, Gowa, dan Maros sehingga daerah lainnya bisa segera steril dari COVID-19. Selain itu, memusatkan perawatan dan isolasi di Makassar juga diyakini dapat mengurangi tingkat keterpaparan, terutama untuk tenaga medis yang harus dilindungi.
"OTG dan ODP tidak perlu diisolasi di rumah sakit, karena rumah sakit akan overload dan tenaga medis akan banyak yang terpapar. Hanya orang yang dengan gejala berat, yang akan ditempatkan di rumah sakit," jelas Ichsan.
Menurutnya, tidak semua rumah sakit harus merawat pasien COVID-19 karena jika hal itu terjadi maka akan berpotensi melumpuhkan pelayanan esensial lainnya. Masyarakat pun otomatis akan merasa takut dan was-was saat ke rumah sakit.
"Rumah sakit non-COVID-19 dapat fokus memberikan pelayanan lain yang tidak kalah pentingnya. Jangan nanti setelah pandemik ini, muncul masalah baru seperti tingginya kematian ibu akibat banyak ibu-ibu yang tidak dapat melahirkan di fasilitas kesehatan," katanya.
2. Program isolasi hotel disebut cukup inovatif meski bukan strategi baru
Sementara itu, Health Officer UNICEF Kantor Makassar, Dr Muliana Muhiddin MPH, mengatakan, strategi karantina terpusat yang dilakukan Pemprov Sulsel ini memang bukan hal baru dalam hal penanganan wabah dan pandemik. Namun program ini disebutnya cukup inovatif karena beberapa hal.
Pertama, program ini tidak hanya bertujuan untuk sekedar karantina melainkan peserta diberikan edukasi mengenai COVID-19 dan dilatih menjadi kader dan duta COVID-19 sehingga akan menjadi edukator handal di masyarakat ketika mereka telah kembali.
Kedua, program ini tidak hanya memantau kesehatan fisik dan gizi dari peserta saja tetapi juga memberikan dukungan psikososial dan melakukan pendekatan karantina secara humanis. Keadaan psikis dan kesehatan mental peserta dipantau dan dilakukan penyaringan awal untuk menilai keadaan mereka, terutama untuk peserta yang tergolong masih usia anak dan remaja.
"Ketiga, fasilitas yang diberikan sangat memadai dan nyaman karena di hotel. Peserta merasa sebagai tamu, bukan seperti pasien di rumah sakit. Tenaga medis di hotel sudah lengkap, yang siap melayani peserta dan mereka sudah dilatih termasuk dalam pengendalian dan pencegahan infeksi," kata Dr Muliana.
Baca Juga: ODP Corona di Sulsel Bakal Diisolasi 14 Hari dalam Hotel, Gratis!
3. Dinilai sebagai cara tepat menekan penularan kasus COVID-19
Lebih lanjut, Dr Muliana juga menilai bahwa program ini merupakan cara tepat untuk menurunkan kasus dan menekan penularan atau biasa disebut dengan istilah melandaikan kurva. Selama ini, OTG dan ODP kebanyakan melakukan isolasi mandiri yang bersifat sukarela, sehingga kurang efektif dalam menghentikan penularan karena pemantauan susah dilakukan di rumah.
Selain itu, budaya Sulsel yang menganut kekeluargaan, terkadang dalam rumah ada dua hingga tiga KK yang tinggal. Padahal, 80-85 persen orang yang terkena COVID-19 adalah tidak bergejala sampai bergejala ringan saja (OTG dan ODP) dan kebanyakan tidak terdeteksi. Mereka pun bebas berjalan-jalan di masyarakat dan menjadi pembawa virus yang menularkan ke keluarga dan masyarakat.
Kebanyakan kasus di Sulsel, kata dia, adalah dari klaster kontak serumah dan kontak erat kegiatan sosial. Dengan demikian, jika pemerintah mampu melakukan karantina terhadap OTG dan ODP ini, maka dalam satu atau dua bulan ke depan kasus dapat menurun secara cepat. Dengan strategi yang membatasi gerak hanya untuk orang yang suspek dan sakit, mungkin nantinya social distancing tidak perlu lagi dilakukan secara ketat.
"Strategi ini kemudian menjamin kelanjutan kegiatan rutin, ekonomi dan layanan-layanan esensial lainnya. Tentu saja, kerjasama dan usaha dari Gugus Tugas Kabupaten/Kota dibutuhkan agar program ini berhasil. Mereka harus aktif untuk mendeteksi OTG dan ODP dan menindaklanjuti untuk diikutkan dalam program ini," katanya.
Baca Juga: Pemprov Sulsel Gratiskan ODP Corona Isolasi Mandiri di Hotel Mewah
Sumber : https://sulsel.idntimes.com/news/sulsel/ashrawi-muin/931-warga-di-sulsel-ikut-program-isolasi-covid-19-di-hotel-414-sembuh
Makassar.Online Kumpulan berita terkini harian Makassar dan Sekitarnya terbaru dan terlengkap dari berbagai sumber terpercaya baik media massa terkemuka di Indonesia maupun akun sosmed yang memiliki integritas dalam menyajikan berita keadaan di Makassar.
Sosmed Kami