OPINI — Munculnya wabah Covid-19 bukan hanya berefek pada aspek ekonomi, sosial dan budaya, melainkan sampai pada reinterpretasi terhadap fikhi mazhab di Indonesia. Terdapat empat mazhab fikhi yang masyhur dijadikan landasan oleh mayoritas muslim Indonesia yakni, mazhab Hanafi, Maliki, Syafi'i dan Hanbali.
Keempat mazhab tersebut masih orisinil dan diyakini masih mampu memberikan solusi atas problematika fikhi di dunia Islam termasuk di Indonesia, karena diskusi mereka sudah mengarah pada kemungkinan yang bakal dihadapi dalam urusan ibadah untuk generasi ulama selanjutnya. Agar kreadibilitas dan akuntabilitas pendapat mereka tidak melenceng dari tujuan pembuat hukum (قصد الشارع) maka diletakkan qaidah (dasar) dan manhaj (metode) seperti yang tertuang dalam ilmu ushul al fiqhi.
Satu tema diskusi yang lagi booming di tengah pandemi Covid 19 adalah menunaikan zakat fitrah di awal Ramadan. Tema ini sebenarnya sudah ada sejak kemunculan ulama empat mazhab. Pengikut mazhab Hanafi memberikan ruang untuk bersegera menunaikan zakat fitrah satu tahun atau dua tahun sebelumnya, hal ini dianalogikan (القياس) pada pembayaran zakat mal (harta) yang didasarkan pada hadis dari jalur sanad Ali bin Abi Thalib.
عن علي بن أبي طالب رضي الله عنه : أن العباس سأل رسول الله صلى الله عليه وسلم في تعجيل زكاته، قبل أن يحول الحول، مسارعة إلى الخير، فأذن له في ذلك» . أخرجه أبو داود، والترمذي.
Artinya.
Dari Ali bin Abi Thalib ra berkata. Bahwasanya Abbas telah bertanya pada Rasulullah saw tentang mendahulukan pembayaran zakat, sebelum sampai haulnya, dengan alasan berlomba menunaikan kebaikan. Maka Rasulullah saw memberi izin untuk itu (HR. Abu Daud dan Turmidzi).
Pendapat tersebut dibantah oleh imam Malik dan ibnu Hazm, keduanya menilai bahwa zakat yang ditunaikan sebelum waktunya dianggap batal karena ibadah itu terikat dengan waktu (من عبادات الموقات) seperti pelaksanaan shalat yang dipersyaratkan dengan masuknya waktu. Menyikapi perbedaan dari dua mazhab di atas, Al Nawawi bersama pengikut mazhab Syafi' lainnya, memilih jalan tengah dan lebih moderat dengan menetapkan hukum mubah (kebolehan) menunaikan di awal ramadhan, namun dianjurkan (مستحب) agar ditunaikan sebelum berangkat shalat id.
ويجوز تقديم الفطرة من أول رمضان لانها تجب بسببين بصوم رمضان والفطر منه فإذا وجد أحدهما جاز تقديمها علي الآخر كزكاة المال بعد ملك النصاب وقبل الحول
Artinya.
Boleh mendahulukan pembayaran zakat fitrah dari awal ramadan. Karena zakat fitrah merupakan kewajiban dengan dua sebab: puasa ramadan dan idul fitri. Jika salah satu dari dua sebab ini sudah ada, boleh didahulukan zakat fitrah. Sebagaimana zakat mal, boleh dibayar setelah nishab, meskipun belum haul.
Sebelum Corona, pendapat tentang menunaikan zakat fitrah bisa ditunaikan bersamaan dengan masuknya Ramadan di anggap sebagai pendapat kurang familiar dan sangat lemah. Sebaliknya menunaikan zakat di hari raya, sebelum pelaksanaan shalat id adalah paling afdhal yang didukung oleh pendapat jumhur ulama.
Fikhi Corona justru menekankan agar menunaikan zakat fitrah sebaiknya di awal Ramadan dengan menguatkan pendapat yang sebelumnya dianggap lemah, alasannya adalah keterpurukan ekonomi umat pasca pandemi corona. Fikhi ala Indonesia ini dituangkan dalam bentuk fatwa Majelis Ulama Indonesia (MUI) yang ditandatangani ketua, Hasanuddin tertanggal 16 April 2020 tentang pemanfaatan harta zakat untuk penanggulangan wabah Covid-19.
Fatwa tersebut menguatkan pendapat agar pembayaran zakat di awal Ramadan dengan asumsi dasar bahwa esensi perintah untuk membantu dan meringankan beban orang miskin seperti dalam hadis dari Ibn Abbas
وَعَن ابْنِ عَبَّاسٍ رضي الله عنهما قَالَ: "فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ صلي الله عليه وسلم زَكَاةَ الْفِطْرِ طُهْرَةً لِلصَّائِمِ مِنَ اللَّغْوِ وَالرَّفَثِ، وَطُعْمَةً لِلْمَسَاكِينِ، فَمَنْ أَدَّاهَا قَبْلَ الصَّلَاةِ فَهِيَ زَكَاةٌ مَقْبُولَةٌ، وَمَنْ أَدَّاهَا بَعْدَ الصَّلَاةِ فَهِيَ صَدَقَةٌ مِنَ الصَّدَقَاتِ". رَوَاهُ أَبُو دَاوُد وَابْنُ مَاجَهْ
Artinya:
Dari Ibnu Abbas ra berkata, Rasulullah saw telah menfardukan zakat fitrah, karena mensucikan orang berpuasa dari dosa gosip dan kata porno, demikian juga bertujuan memberi makan bagi orang miskin. Barang siapa yang menunaikannya sebelum shalat id maka zakatnya di terima, dan barang siapa yang nenunaikan setelah shalat maka mendapatkan pahala sedakah. (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).
Zakat fitrah kali ini diharapkan memberikan solusi atas problema ekonomi umat, sebagai bentuk kepedulian sosial. Ibadah ini meliputi dimensi jasadiyah (fisik), qalbiyah (hati) dan maliyah (harta). Adapun jenis zakat fitrah menurut mazhab Syafi', dipersyaratkan sesuai dengan jenis barang konsumtif dari orang yang berzakat (muzakki). Tujuannya agar melalui zakat, orang miskin diberi peluang menikmati makanan dari mereka yang mampu.
Penatapan standar oleh Kementrian agama RI adalah satu sha' atau empat liter takaran beras untuk satu muzakki (orang berzakat), jika diakumulasi dengan mayoritas muslim Indonesia, cukup membantu fakir dan miskin dalam meringankan beban kebutuhan pangan. Karena itu, zakat fitrah di tengah pandemi Covid ini, sejatinya dalam bentuk konsumtif, dana zakat dalam bentuk uang sebaiknya dikonversi menjadi beras sebelum didistribusi agar kebutuhan pokok mereka terpenuhi.
Jika tujuan syari'ahnya ditekankan pada penerima zakat maka beras atau sejenisnya lebih diprioritaskan dari pada uang. Imam al Syafi' lebih cenderung atas bentuk seperti itu dengan menyebutnya sebagai al qut (makanan pokok yang mengenyangkan dan memberi energi). Sebaliknya jika penekanannya terhadap orang yang mengeluarkan zakat (muzakki) yang terkesan sibuk dengan aktivitas kesehariannya maka dengan uang lebih prioritas seperti dalam mazhab Hanafi.
Wallahu a'alam bi al shawab. (*)
*Penulis adalah Dosen IAIN Parepare
Komentar
Komentar Anda
Sumber : https://www.pijarnews.com/?p=55191
Makassar.Online Kumpulan berita terkini harian Makassar dan Sekitarnya terbaru dan terlengkap dari berbagai sumber terpercaya baik media massa terkemuka di Indonesia maupun akun sosmed yang memiliki integritas dalam menyajikan berita keadaan di Makassar.
Sosmed Kami