Denny Siregar: Membaca Jokowi di Tengah Pandemi


Saya habis nonton wawancara Najwa Shihab dengan Jokowi. Dan saya harus angkat kopi mendengar jawaban-jawaban Jokowi, di tengah ganasnya pertanyaan Najwa yang dikenal sering menjebak lawan bicaranya itu.

Dari wawancara itu terlihat bagaimana Najwa hanya melihat dari satu sisi, sesuai informasi yang dia dapat dari pembicaraan di media sosial, sedangkan Jokowi harus mempertimbangkan banyak sisi sebelum mengambil keputusan.

Seperti contoh, Najwa bertanya apa Jokowi setuju dengan keputusan Menteri Perhubungan untuk tidak memberhentikan KRL?

Jokowi menjawab dengan sangat menarik. "Seandainya Pemda yang meminta KRL diberhentikan punya solusi untuk para pekerja harian yang menggunakan KRL karena murah, saya akan hentikan KRL sekarang juga. Pemda jangan cuma minta KRL dihentikan, tapi solusinya apa?"

Dari satu sisi ini saja, Jokowi sebenarnya berpikir tentang banyak hal. Bukan hanya masalah kesehatan, tapi bagaimana dengan ekonomi pekerja harian yang butuh transportasi untuk mencari uang?

Sesuatu yang jelas tidak bisa dijawab Gubernur-Gubernur yang hanya sibuk dengan masalah kesehatan, tapi abai dengan ekonomi warganya. Apalagi Gubernur yang konferensi pers melulu tanpa solusi apa-apa.

Di masa pandemi ini keputusan yang diambil itu dari pilihan yang buruk dan buruk, bukan yang baik dan buruk.

Itulah perbedaan kelas Jokowi dengan para kepala daerah dalam mengambil sebuah keputusan.

Begitu juga ketika Najwa bertanya, apa beda mudik dan pulang kampung?

Jokowi kembali menjawab dengan elegan, "Pulang kampung itu orang yang mencari uang di kota dan pulang ke rumahnya yang ada di kampung lain. Sedangkan mudik, khusus pulang untuk Idul Fitri."

Dan Jokowi kembali menjelaskan, bahwa jika sejak awal orang tidak boleh pulang ke kampungnya, sedangkan di kota sudah tidak ada pekerjaan, maka mereka akan menimbulkan masalah baru, yaitu masalah sosial.

Sedangkan khusus orang yang mudik, orang itu tidak punya masalah dengan ekonominya dan memutuskan untuk pulang saat Idul Fitri. Ini yang dilarang karena tidak berkaitan dengan masalah ekonomi dan sosial.

Jokowi tentu bisa menjawab dengan baik pertanyaan Najwa, karena setiap hari dia harus menemui Menteri-Menteri dari segala bidang dengan segala masalahnya. Yang menteri ekonomi bicara ekonomi, yang kesehatan bicara kesehatan dan banyak lagi.

Tentu tidak mudah mengambil keputusan dengan mempertimbangkan banyak hal.

Karena seperti Jokowi bilang, di masa pandemi ini keputusan yang diambil itu dari pilihan yang buruk dan buruk, bukan yang baik dan buruk. Jadi, semua keputusan tidak ada yang sempurna dan menyenangkan banyak kepala.

Jadi kita harus bisa mengerti, jadi Presiden itu tidak mudah.

Tidak semudah kita yang cuma bisa menulis di media sosial dan teriak-teriak seolah kita ahli segala hal, sampai memaksa Presiden, seolah kita setiap menit mendapat data dari lapangan, dari 34 provinsi, 98 kota dan 416 kabupaten. Ditambah data 213 negara sebagai perbandingan.

Kalau kamu yang ada di posisinya sekarang ini, rambutmu jelas rontok dan kepalamu botak sebelah.

Jadi, percayakan pada pemerintah. Kita sudah punya Presiden yang bagus sebagai anugerah. Orang yang kita percaya untuk menangani masalah sedemikian rumitnya.

Kita?

Cukup rebahan di rumah, sambil seruput kopi dan memaki-maki di media sosial karena kita adalah ahli dari segala ahli, inti dari segala inti, core of the core.

*Penulis buku Tuhan dalam Secangkir Kopi

Baca juga:

Berita terkait



Sumber : https://www.tagar.id/denny-siregar-membaca-jokowi-di-tengah-pandemi

Makassar.Online Kumpulan berita terkini harian Makassar dan Sekitarnya terbaru dan terlengkap dari berbagai sumber terpercaya baik media massa terkemuka di Indonesia maupun akun sosmed yang memiliki integritas dalam menyajikan berita keadaan di Makassar.