Potensi Konflik Pilkada Makassar 2020 Mampukah Ditangani?


Dari 270 wilayah yang menggelar Pilkada, Makassar berada di posisi 3 teratas rawan konflik. Bagaimana rencana penyelenggara untuk mengantisipasinya?

Makassar, AksaraINTimes.id – Beberapa tahapan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Kota Makassar 2020 telah berlangsung. Sebagian besar partai peserta pemilu juga telah menyelesaikan tahapan penjaringan bakal calon usungan di momentum lima tahunan pesta demokrasi ini. Beberapa bahkan telah mengeluarkan surat tugas rekomendasi usungan.

Tiga partai yang telah resmi mengeluarkan usungan diantaranya Partai Amanat Nasional (PAN) dan Nasdem. Masing-masing usungannya adalah Eks Kepala Dinas Pendidikan Sulsel, Irman Yasin Limpo (None), dan Wali Kota Makassar 2013-2018 Moh. Ramdhan Pomanto (Danny).

Dua partai lainnya, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), merilis nama Wakil Wali Kota Makassar (2013-2018) Syamsu Rizal (Deng Ical). Deretan nama lain yang juga disebut kuat bertarung di Pilkada Makassar misalnya CEO PSM Makassar Munafri Arifuddin, Syarifuddin Daeng Punna, Dr Onasis, dan beberapa lagi.

Meski demikian, surat tugas yang diterima oleh para Bakal Calon tersebut tetap belum bisa digunakan untuk mendaftar di KPU. Mereka diharuskan mencari pasangan dan tambahan kursi dari partai lain untuk memenuhi syarat minimal dukungan. Setelah itu terkumpul, barulah pihak DPP masing-masing partai mengeluarkan rekomendasi usungan alias C1.

Masing-masing pendukung hingga tim sukses Balon di atas mulai melakukan gerakan akar rumput demi memobilisasi dan memasifkan dukungan. Perdebatan-perdebatan di berbagai kantong diskusi mulai mencuat, termasuk di media sosial.

Dari setiap tahapan Pilkada (termasuk Makassar), salah satu hal yang paling diwanti-wanti oleh penyelenggara, pengawas, hingga peserta Pilkada yakni konflik alias perseteruan berbuntut kekerasan.

Biasanya, konflik terjadi sejak pra hingga pasca pagelaran Pilkada. Sumber-sumbernya pun banyak dipicu dari perdebatan tak berujung, entah itu di dunia nyata maupun maya.

Melihat Kerawanan Konflik Pilkada Makassar

2018 lalu, Pilkada Makassar memang terbilang cukup aman. Riak-riak perlawanan yang timbul hanya pasca Paslon Danny Pomanto dan Indira didiskualifikasi oleh KPU dari kontestasi. Massa pendukung mereka melakukan beberapa gerakan pada sejumlah titik di Kota Makassar. Namun, pergerakan mereka mampu ditekan oleh pihak keamanan. Hasilnya, peserta Pilkada Makassar 2018 itu hanya diisi oleh Paslon tunggal Munafri Arifudin-Andi Rachmatika Dewi (Appi-Cicu).

Kota Makassar menjadi salah satu daerah yang paling diperhatikan dalam kerawanan Pilkada 2020 terhadap konflik kali ini. Bagaimana tidak? Dari 270 wilayah yang menggelar Pilkada, Makassar masuk dalam kategori sangat rawan level 6 pada persentasi kerawanan sebanyak 74.94 persen. Kota Daeng ini berada di posisi 3 teratas yang rawan konflik dari 127 Kabupaten/Kota berpilkada 2020.

Data yang disebut dengan Indeks Kerawanan Pemilu (IKP) ini dirilis oleh Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) RI beberapa waktu lalu. Pengambilan sample dan riset dilakukan pada periode September hingga Oktober 2019. Meski masih ada kemungkinan berubah, namun data tersebut tetap menjadi acuan dalam menentukan langkah strategis penanganan konflik Pilkada Makassar, begitupula daerah lainnya.

Dalam IKP tersebut, setidaknya ada 4 dimensi yang dilihat. diantaranya konteks sosial politik, penyelenggara pemilu yang bebas dan adil, kontestasi, dan dimensi partisipasi politik. Ke 4 dimensi ini digunakan untuk melihat 4 isu strategis, yakni keberpihakan aparatur pemerintah dalam mendukung dan memfasilitasi peserta Pilkada, politk transaksional (pasangan calon, tim kampanye, dan tim sukses), penggunaan media sosial dalam penyebaran hoaks dan ujaran kebencian, dan terakhir adalah penyusunan daftar pemilih yang tidak akurat.

Dalam dimensi Konteks Sosial Politik, Kota Makassar berada di posisi ke 6 tertinggi kerawanan dengan persentasi 73.67 persen. Subdimensi dalam konteks sosial politik ini mengandung beberapa hal seperti relasi kuasa di tingkat lokal, otoritas penyelenggara pemilu, penyelenggara negara, dan keamanan.

Sedang dalam dimensi penyelenggara pemilu yang bebas dan adil, Kota Makassar berada di posisi ke dua paling rawan pada persentasi 76.19 persen. Dimensi ini menggambarkan 5 subdimensi ukuran diantaranya hak pilih, pengawasan pemilu, pelaksanaan pemungutan suara, adjudikasi keberatan pemilu, dan pelaksanaan kampanye.

Dimensi ke 3 adalah kontestasi. Pada dimensi yang menggambarkan dua hal (proses pencalonan dan kampanye calon) ini Kota Makassar berada di posisi ke 6 teratas dengan persentasi 74.87 persen. Dan terakhir yakni dimensi partisipasi politik (subdimensi: Partisipasi Publik, Partisipasi Pemilih, dan Partisipasi Partai Politik). Dalam dimensi terakhir ini, Kota Makassar tidak berada dalam 15 deretan daerah tertinggi rawan pemilu.

"Bukan bermaksud sekadar membuat ranking daerah rawan, tetapi pada hakikatnya untuk mengidentifikasi bentuk kerawanan yang mungkin terjadi dengan berkaca pada Pemilu dan Pilkada sebelumnya, Makassar yang dianggap daerah yang memiliki tingkat kerawanan tinggi di Sulsel. Bukan berarti daerah lain lebih aman," ungkap Komisioner Bawaslu Sulsel, Saiful Jihad, Sabtu (7/3/2020).

Upaya Pencegahan

Penggambaran kerawanan konflik berdasarkan IKP tersebut, menjadi pijakan menentukan langkah upaya pencegahan terjadinya konflik Pilkada Makassar. Menentukan langkah yang baik, terukur, dan teroganisir akan memperkecil potensi kerwanan konflik di Pilkada Makassar 2020.

Saiful Jihad menyebutkan, langkah pertama yang dilakukan untuk melakukan pencegahan tidak lain yakni dengan memaksimalkan koordinasi antar penyelenggara pemilu (KPU dan Bawaslu) di semua tingkatan. Selain koordinasi semasa penyelengara, pihaknya juga mendorong koordinasi dengan pihak lain seperti pemerintah setempat, pihak keamanan, perguruan tinggi, dan berbagai elemen lainnya.

"Hasil IKP ini akan menjadi acuan bagi kami untuk melakukan kegiatan dan tindakan pencegahan, serta berkoordinasi dengan instansi terkait untuk memaksimalkan upaya pencegahan," sebut Saiful Jihad.

Langkah selanjutnya dalam mendorong pemetaan pencegahan konflik berdasarkan indeks kerawanan, yang disebutkan Komisioner Bidang Pengawasan dan Hubungan Antar lembaga ini, yakni (rutin. Red) memperbaharui data kerawanan Pemilu.

"Bawaslu akan turun lagi untuk mengambil data sekitar Mei-Juli 2020, meng-update hasil pengambilan data IKP ini," beber Saiful Jihad.

Salah satu upaya mendorong koordinasi yang lebih maksimal, Bawaslu Makassar kini memiliki fasilitas Video Teleconference. Fasilitas yang diluncurkan beberapa waktu lalu di Kantor Bawaslu Makassar, Jalan Anggrek Raya, Kota Makassar ini dirangkaikan dengan diresmikannya sekretariat bersama Panwascam se-Kota Makassar.  

Ketua Bawaslu, Makassar Nursari mengatakan, video teleconference ini sebagai bentuk koordinasi pengawasan oleh Bawaslu Makassar dengan seluruh Panwascam se-Kota Makassar. Mereka akan berkoordinasi setiap saat lewat fasilitas itu.

"Sehingga tidak ada alasan bagi kami untuk tidak mengetahui perkembangan di kecamatan masing-masing. Ini juga menjawab soal IKP bahwa Makassar rawan tertinggi ke-3 se-Indonesia," pungkas Nursari.

Penulis: Gunawan Songki

Editor: Dian Kartika



Sumber : https://aksaraintimes.id/potensi-konflik-pilkada-makassar-2020-mampukah-ditangani/

Makassar.Online Kumpulan berita terkini harian Makassar dan Sekitarnya terbaru dan terlengkap dari berbagai sumber terpercaya baik media massa terkemuka di Indonesia maupun akun sosmed yang memiliki integritas dalam menyajikan berita keadaan di Makassar.