Nasib Juru Parkir: Merintis Malah Tersingkir


Penerapan parkir elektronik secara sepihak telah merampas ruang kerja bagi juru parkir.

Aksaraintimes.id – Sebagian besar juru parkir (jukir) terancam hilang kesempatan untuk bekerja, agenda Parkir Elektronik yang dioperasikan oleh Dirut PD Parkir Kota Makassar menjadi penyebabnya. Percobaan alat tersebut telah dimulai pada 9 Maret 2020 lalu di Jalan Boulevard dan Jalan Pengayoman. Sekali parkir dapat memungut biaya hingga Rp10.000.

Dua hari setelah pengoperasian, Rabu (11/3/2020) Aliansi Jukir (AJP) Makassar turut serta dalam aksi demonstrasi bersama buruh dari Gerakan Rakyat Menolak (GERAM) Omnibus Law di Kantor Gubernur Sulawesi Selatan. AJP membentang spanduk penolakan atas berlakunya pengoperasian parkir elektronik.

Petrus, salah seorang jukir mengatakan, langkah PD Parkir Makassar yang secara sepihak menerapkan parkir elektronik tanpa melibatkan jukir telah menampikkan fakta peranan jukir. Katanya, semestinya PD Parkir Makassar tak hanya menggangap mereka sebagai pekerja, melainkan sebagai mitra.

Ia bercerita, awalnya jukir dirintis oleh para penyandang kusta sekitar 20 tahun lalu. Karena dilihat sebagai potensi sumber penghidupan, sejumlah masyarakat kemudian ikut serta dan menjadikan jukir sebagai profesi.

Dengan pertumbuhan jukir yang semakin membesar, pemerintah kemudian membentuk PD Parkir Makassar pada Agustus 1999. Namun pembentukan ini, bagi Petrus, tak memenuhi syarat pembentukan Perusahaan Daerah (Perusda). Sebabnya, satu dari limat syaratnya yakni memiliki unit-unit usaha tak dimiliki oleh PD Parkir Makassar.

Ia mengatakan, saat itu, jukir adalah pihak pertama yang merintis titik-titik parkir di Makassar. Setelah PD Parkir terbentuk, kata Petrus, secara sepihak PD Parkir langsung saja mencaplok titik-titik parkir tersebut. Unit-unit usaha inilah yang tak dimiliki PD Parkir karena hanya mencaplok lokasi yang telah dirintis oleh jukir.

"Mereka hanya menata kelola, mendaftar titik-titik parkir yang dirintis oleh Jukir," kata Petrus di tengah gemuruh demonstrasi buruh.

Begitupun sewaktu adanya Peraturan Daerah Nomor 17 tahun 2006 tentang pengelolaan parkir di tempat umum. Kata Petrus, PD Parkir kembali hanya mencaplok titik-titik parkir dari jukir sebelumnya.

Alat Parkir Elektronik Mulai Berlaku

Program kebijakan parkir elektronik sudah hadir berkali-kali. Pertama, Parkir Nontunai pada tahun 2017, menggunakan alat mesin Electronic Data Capture (EDC) dan kartu pembayaran yang disediakan oleh Bank BRI. Kedua, Smart Parking Online pada tahun 2018, menggunakan Smartphone dan print, cara kerjanya, ketika kendaraan masuk di area perparkiran akan difoto oleh jukir dan langsung keluarkan struk.

Namun penerapan parkir elektronik ini dinilai tak berhasil. Sebabnya, masih banyak alat yang rusak, tidak terurus ataupun dipasang hanya sebagai pemenuhan agenda.

Pada tahun 2019, PD Parkir kembali membuat kebijakan parkir elektronik yakni Terminal Parkir Elektronik (TPE). Dengan menggunakan alat mesin ATM yang dipasang di pinggir jalan atau di bahu jalan, transaksi pembayarannya juga menggunakan UNIK (Uang Elektronik).

Tahun itu, TPE terpasang sebanyak 25 unit, 4 titik dipasang di Jalan RA Kartini, 10 titik di Jalan Somba Opu, 11 titik di Jalan Penghibur. TPE tersebut diresmikan oleh Danny Pomanto pada 11 Maret 2019.

Kemudian di tahun ini, kembali dilakukan penambahan alat parkir elektronik di Jalan Pengayoman dan di Jalan Boulevard. PD Parkir menggandeng pihak ketiga (swasta)-PT. Kinarya dalam pengelolaan TPE. Namun dengan adanya pihak ketiga ini, status jukir yang sebelumnya sebagai mitra dari PD Parkir langsung berubah menjadi karyawan PT. Kinarya. Perubahan status ini juga tak diterima oleh jukir.

Dirut PD Parkir, Irhamsyah Gaffar,  dalam sebuah dialog rutin Coffee Morning di Almadera Hotel, tema yang diangkat mengenai 'Meretas Macet Makassar', mengatakan parkir yang tertib adalah salah satu solusi dalam menuntaskan macet di Makassar. Dan untuk mencapai itu, parkir elektronik dilihat sebagai langkah yang tepat.

Ia melanjutkan, dengan program ini, jukir yang bekerja sebagai karyawan PT. Kinarya akan mendapat upah sesuai dengan UMK Makassar. Selain itu, jukir juga akan mendapat BPJS Kesehatan serta dana operasional tambahan.

"Pertama, BPJS tenaga kerja kami berikan, BPJS kesehatan kami berikan, kami gaji lagi sesuai dengan UMK, dengan memberikan lagi dana operasional ketika mereka mau pulang ke rumahnya, kan banyak yang akan kami berikan," ujar Irham.

Salah satu yang menjadi sorotan adalah tanggung jawab dari PD Parkir jika kendaraan hilang. Sebabnya dalam struk TPE masih tertulis keterangan 'kehilangan dan kerusakan barang/kendaraan tidak menjadi tanggung jawab PD Parkir Makassar'. Kata Irham, dengan adanya kerjasama pihak ketiga, segala kehilangan dan kerusakan tersebut akan menjadi tanggung jawab pihaknya.

"Memang, sebelum kepemimpinannya kami, memang regulasinya belum ada, tetapi saya bilang sama teman-teman, kalau ada kehilangan, itu akan menjadi tanggung jawab kami sebagai PD Parkir di Kota Makassar," ucapnya.

Ia mengatakan, setelah satu bulan perbaikan, katanya pendapatan yang sebelumnya hanya Rp1 juta meningkat tajam menjadi Rp4 juta. Hal itu dikarenakan, menggunakan sistem yang ketat dilapangan.

Bukan Hubungan Majikan-Pekerja

Rapat Dengar Pendapat (RDP) sudah digelar Jumat (13/3/2020), menghadirkan Direktur Utama Operasional PD Parkir yang dimediasi oleh Komisi B DPRD Kota Makassar. Menurut salah satu pendamping hukum Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar, Ady Anugrah Pratama, menganggap bahwa secara umum PD Parkir dan jukir adalah hubungan kemitraan, bukan hubungan antara majikan dan pekerja, dua lingkup yang berada pada posisi yang setara.

LBH Makassar, melihat rencana parkir elektronik sebagai program yang dipaksakan. Sebelumnya, keterlibatan jukir juga tidak dimintai keterangan atau pendapatnya, namun yang terjadi adalah sebaliknya.

"Seharusnya jukir, dimintai pendapatnya soal program ini, tapi kan yang terjadi sebaliknya, sama sekali tidak pernah dimintai pendapatnya soal rencana ini, rencana ini betul-betul murni dari PD Parkir," tutur Cappa, panggilan akrabnya saat dihubungi, Rabu (11/3/2020).

Diketahui posisi yang setara dari kedua belah pihak, seharusnya jukir sebagai mitra dilibatkan untuk berbicara mengenai kesiapan -mau atau tidak- karena hal tersebut juga menyangkut soal kesejahteraan jukir.

Berdasarkan RDP sebelumnya, LBH Makassar mengungkapkan, jika TPE diberlakukan, jukir hanya mendapat gaji sebesar Rp1,5 juta, sementara UMK di Makassar sebesar Rp3,1 Juta.

"Sementara, jukir yang setiap hari bekerja ini, itu mau digaji 1,5, itu tidak layak rencana itu," lanjutnya.

Isu utama jukir menolak berdasar pada, soal kesejahteraan jukir, namun menurutnya yang akan diuntungkan adalah pihak ketiga (swasta) yang bekerja sama dengan PD Parkir dalam menjalankan program ini.

LBH Makassar dan jukir, mengkhawatirkan kehadiran alat parkir elektronik justru mengurangi pekerja jukir. Seperti yang terjadi di Toko Alaska, jukir yang beroperasi di sana lebih dari 1 orang karena luasnya lahan parkir, jika kehadiran alat parkir elektronik hanya mengupah sekian orang saja, artinya ada jukir lainnya adalah kehilangan pekerjaan.

RDP yang lalu, kedua belah pihak saling ngotot, PD Parkir ngotot menjalankan kebijakan ini, kemudian jukir juga ngotot menolak karena terkesan memaksakan program ini.

"Di posisi sosialisasi pun sudah ditolak, tapi kenapa dipaksakan, kami berpikir bahwa PD Parkir ini sangat keras kepala, cenderung sangat otoriter, hanya mempertimbangkan kepentingan pribadi saja, padahal tidak boleh begitu," tutupnya.

Penulis: Jordan Syukur

Editor: Amri N. Haruna



Sumber : https://aksaraintimes.id/nasib-juru-parkir-merintis-malah-tersingkir/

Makassar.Online Kumpulan berita terkini harian Makassar dan Sekitarnya terbaru dan terlengkap dari berbagai sumber terpercaya baik media massa terkemuka di Indonesia maupun akun sosmed yang memiliki integritas dalam menyajikan berita keadaan di Makassar.