Dua Warga Makassar Korban Salah Tangkap: Ditembak Polisi di Bagian Kaki


Proyektil peluru masih bersarang di kaki korban.

AksaraINTimes.id Edwin Susanto (31) dan M. Rizaldy (33) warga Makassar diduga menjadi korban salah tangkap Kepolisian Resor (Polres) Gowa. Nahasnya, selain menjadi korban salah tangkap, mereka turut mendapat penyiksaan saat penangkapan, kaki mereka hingga ditembak oleh polisi.

Penangkapan terjadi pada 27 Januari 2020, Edwin dan Rizaldy sedang berada di rumahnya di Jalan Muhajirin II, Kelurahan Mangasa, Kecamatan Tamalate, Makassar. Mereka tengah beristirahat di salah satu ruang lantai 1. Sekitar pukul 00.30, pintu rumahnya didobrak. Sekitar 10-an polisi dari Tim Polres Gowa mendatangi mereka.

Kedatangan polisi itu buat Edwin lari menuju lantai 2 rumah. Sementara Rizaldy tetap diposisinya, ia bertanya pada polisi, "ada apa ini pak?". Polisi hanya memintanya agar diam dan jangan banyak bicara. Ia kemudian dipukul gagang pistol di bagian dadanya.

Rizaldy kembali dipukul dan ditendang hingga tersungkur di lantai. Setiap berusaha berdiri, polisi memukul kepala dan tubuhnya. Dalam posisi itu, seorang polisi melepaskan tembakan tepat di lutut kanannya.

Sementara Edwin, ia juga dipukuli, ditendang, hingga diinjak dibagian leher. Tangannya kemudian diikat dengan ikat pinggang, setelah itu ia dipiting turun ke lantai 1. Dari situ, betis kanan Edwin ditembak polisi dari jarak sekitar 10-20 cm. Tak berhenti di situ, Edwin ditendang diperut. Setelahnya, ia kembali dipukul menggunakan palu.

"Ia berusaha menahan pukulan dengan tangannya hingga terluka. Tidak mampu menahan, palu mengenai kepalanya hingga mengalami kebocoran, darahnya muncrat ke dinding," ucap Muh. Ismail, advokat Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Makassar dalam keterangan pers yang diterima AksaraINTimes.id, Jumat (20/3/2020).

Uki, panggilan akrabnya melanjutkan, saat itu tak berselang lama, Darmawati, ibu Edwin tiba di lokasi. Darmawati langsung masuk ke dalam rumah dan memeluk Edwin, ia memegang kepala anaknya yang sudah penuh dengan darah. Darmawati bertanya kepada polisi alasan mereka mendatangi rumahnya, namun polisi saat itu tidak memberi jawaban.

"Seorang polisi lainnya kemudian berkata kepada Darmawati dengan nada mengancam, jika ia ingin melihat anaknya selamat, sebaiknya ia keluar," kata Uki.

Setelah Darmawati keluar ruangan, Edwin dan Rizaldy dipaksa menjilati darah Edwin yang menempel di dinding. Mereka pun menjilati darah tersebut. Polisi memeriksa semua sisi ruangan, hingga barang-barang berantakan.

Sekitar Pukul 02.30 wita, mereka kemudian dibawa pergi menggunakan motor. Kata Uki, saat itu keluarga tidak mendapat surat penangkapan mereka berdua, bahkan penyampaian alasan penangkapan pun tak diketahui keluarga.

Proyektil Peluru Masih Bersarang

Uki kembali melanjutkan, mereka berdua saat itu diduga dibawa ke Posko Tim Polres Gowa, mereka kemudian ditanya mengenai keberadaan paket narkoba. Saat itulah, kata Uki, mereka baru mengetahui alasan mereka ditangkap. Mereka dipaksa mengaku, namun karena tidak tahu menahu, mereka kembali dipukul.

"Rizaldy yang ditembak pada bagian lutut, merasa kesakitan, saat ia jongkok peluru di dalam lutut bergerak, sehingga ia menekan lututnya hingga pelurunya keluar. Seorang polisi yang melihat pelurunya keluar, kemudian meminta agar peluru tersebut dibuang, seorang lainnya kemudian mengambil peluru tersebut dan membuangnya," jelas Uki.

Sementara itu, Edwin juga dipaksa untuk mengeluarkan peluru yang ada dibetis kanannya. Ia berusaha menekannya, namun karena cukup dalam, peluru tidak berhasil keluar. Polisi yang menembaknya kemudian mengambil pinset dan memaksa mengeluarkan peluru tersebut, hingga Edwin berteriak kesakitan.

"Edwin memohon agar Polisi tersebut berhenti memaksa mengeluarkan peluru, dan berjanji sepulang di rumah Ia akan mengeluarkannya. Mereka dipaksa untuk tidak memberitahu kepada siapapun jika luka mereka karena ditembak," ucapnya.

Kata Uki, polisi tidak menemukan barang bukti yang dicari setelah membongkar seisi rumah. Malam itu juga mereka berdua dipersilahkan untuk pulang.

Saat pulang, Edwin langsung dibawa oleh keluarganya ke Rumah Sakit (RS) Bhayangkara Makassar. Mereka menuju UGD, namun ditolak oleh pihak rumah sakit dan diarahkan ke bagian umum, merasa tidak dilayani dan tidak memperoleh penanganan apa-apa, mereka memutuskan untuk pulang.

Sore harinya, kata Uki, polisi dari Polres Gowa kembali menjemput Edwin untuk dibawa ke RS Bhayangkara. Puluhan polisi tersebut mengantarnya ke rumah sakit, ditemani keluarga Edwin.

Tiba di RS Bhayangkara, luka tembak dan luka (darah) di bagian kepalanya juga tidak ditangani dengan baik oleh pihak rumah sakit. Edwin justru menjalani tes urin dan CT Scan pada kaki kanannya. Uki mengatakan, anehnya seorang polisi malah menyampaikan kepada keluarga bahwa tidak terdapat apa-apa didalam betisnya.

"Edwin hanya diinfus, merasa tidak mendapatkan penanganan pada lukanya, mereka pun sepakat untuk pulang ke rumah. Luka bagian kepala dan bekas luka tembak di betis kanan Edwin, hanya dibersihkan oleh Ibunya dengan peralatan seadanya. Hingga saat ini, proyektil peluru yang bersarang di betis Kanan Edwin belum dikeluarkan," tutup Uki.

Polres Gowa Mesti Bertanggung Jawab

Abdul Aziz Dumpa, Kadiv Hak Sipil LBH Makassar mengatakan, penangkapan yang dilakukan anggota Polres Gowa kepada Edwin dan Rizaldy dilakukan secara sewenang-wenang. Hal itu dikarenakan, penangkapan dilakukan dengan serangkaian kekerasan, penganiayaan, dan penggunaan kekuatan secara berlebihan.

Aziz menilai, penggunaan senjata api saat menangkap mereka berdua dianggap berlebihan dan tidak sesuai dengan prosedur. Katanya, anggota Polres Gowa telah mengabaikan tahapan dalam penggunaan kekuatan sebagaimana diatur dalam Pasal 5 Ayat (2) Peraturan Kepala Kepolisian Nomor 1 Tahun 2009 Tentang Penggunaan Kekuatan Dalam Tindakan Kepolisian.

"Situasi dan kondisi kedua korban secara logis tidak memerlukan penggunaan kekerasan apalagi senjata api, dikarenakan korban tidak melakukan upaya perlawanan dan sudah terlebih dahulu dilumpuhkan, dengan jumlah anggota Polisi yang cukup yang tidak memungkinkan untuk menimbulkan ancaman bagi anggota polisi," ucap Aziz, Jumat (20/3/2020).

Berdasarkan Prosedur Tetap (Protap) Kapolri Nomor 1 Tahun 2010, 7 Protokol PBB tersebut menyatakan: "Pemerintah akan menjamin bahwa penggunaan kekerasan dan senjata api secara sewenang-wenang atau tidak tepat oleh aparat penegak hukum akan dihukum sebagai pelanggaran pidana berdasarkan hukum yang berlaku".

Dengan adanya dugaan pelanggaran HAM ini, maka anggota Polres Gowa yang terlibat dalam peristiwa tersebut harus bertanggungjawab secara pidana dengan hukuman yang setimpal dengan jenis kejahatannya. Selain itu, Kepala Kepolisian Resort (Kapolres) Gowa juga mesti bertanggung jawab atas perbuatan anggotanya.

"(Ia) seharusnya mengetahui bahwa aparat di bawah komandonya telah melakukan penggunaan kekerasan dan senjata api secara tidak sah dan sewenang-wenang, tapi tidak mengambil seluruh bentuk tindakan yang berada dalam kekuasaannya untuk mencegah, menindak atau melaporkan tindakan tersebut," tutup Aziz.

Dihubungi terpisah, Kapolres Gowa, AKBP Shinto Silitonga hingga berita ini dimuat, belum memberikan tanggapan terkait kasus tersebut.

Penulis: Amri N. Haruna

Editor: Dian Kartika



Sumber : https://aksaraintimes.id/dua-warga-makassar-korban-salah-tangkap-ditembak-polisi-di-bagian-kaki/

Makassar.Online Kumpulan berita terkini harian Makassar dan Sekitarnya terbaru dan terlengkap dari berbagai sumber terpercaya baik media massa terkemuka di Indonesia maupun akun sosmed yang memiliki integritas dalam menyajikan berita keadaan di Makassar.