MAROS, GOSULSEL.COM– Merebaknya virus baru Corona, menjadikan kelelawar jadi perhatian dunia saat ini. Hal itu disebabkan oleh temuan ilmuan China yang menyebut bahwa virus baru tersebut berasal dari hewan nocturnal tersebut. Olehnya, hampir disemua negara di dunia menjadi waspada.
Akan tetapi, berbeda dengan warga di Dusun Parangtinggia, Desa Je’ne Taesa, Kecamatan Simbang, Kabupaten Maros. Di Dusun tersebut warga dengan kelelawar hidup berdampingan, sama sekali tidak ada kekhawatiran akan wabah virus Corona. Semua warga dalam menjalani hari-hari dengan baik-baik saja.
Padahal, hampir sepanjang jalan utama Dusun tersebut dihuni ratusan kelelawar yang bergelantungan di ranting pohon pas di halaman warga.
Salah seorang warga setempat Kamaruddin, menuturkan, Kamis (6/2/2020) dimana kelelawar itu pergi keluar kampung cari makan saat maghrib tiba dan kembali saat subuh.
“Terbang cari makan diluar kampung. Tanaman disini hanya dihinggapi untuk istirahat, tidak satupun buahnya yang dimakan,” kata Kamaruddin.
Hewan pemakan buah ini yang lazimnya hidup digua-gua batu berdampingan dengan manusia tanpa terusik. Jangankan untuk dikomsumsi, menangkapnya saja warga sama sekali tidak pernah dilakukan. Dibiarkan saja hidup bergelantungan di ranting-ranting pohon.
“Tidak khawatir sama sekali meskipun orang-orang mengatakan bahwa kelelawar pembawa virus Corona itu. Jangankan untuk dimakan, diganggu saja warga disini tidak pernah, dibiarkan saja begitu,” ujarnya.
Sebaliknya, warga malah bersyukur dengan keberadaan kelelawar tersebut. Selain daya tarik wisata mancanegara juga sebagai tujuan penelitian banyak orang.
“Banyak orang barat yang datang ke sini meneliti. Terus juga banyak wisatawan. Manfaatnya itu usir hama juga. Kalau ada mau terjadi sesuatu, biasanya kelelawar ini terbang berputar-putar,” sebutnya.
Dulu kelelawar di kampung ini hanya 3 ekor. Kelelawar itu dipelihara pemuka adat bernama Kamaruddin Pawata. Kini kelelawar jumlahnya makin banyak hingga kawasan ini disebut sebagai kampung kelelawar.
Uniknya lagi, jenis kelelawar yang hidup di kampung ini berbeda dengan jenis kelelawar pada umumnya di Sulsel karena memiliki ciri khas dengan bulu putih di dadanya. Kotorannya juga tidak berbau seperti kelelawar hitam. Peneliti menyebut, kelelawar itu biasanya hanya ada di Amerika Latin.
“Dulu itu dipelihara sama bapak saya. Lama-lama sudah banyak. Sekarang mungkin sudah puluhan ribu ekor. Satu pohon itu bisa seribuan ekor bergelantungan. Peneliti bilang, jenis begitu hanya ada di Amerika Latin,” terangnya.(*)
Sumber : Gosulsel
Makassar.Online Kami Mengumpulkan serta Menyajikan berita dari sumber terpercaya baik media massa terkemuka di Indonesia maupun akun sosmed yang memiliki integritas dalam menyajikan berita keadaan di Makassar.
Sosmed Kami