Jakarta, Gosulsel.com – Kementerian Pertanian (Kementan) meluncurkan Agriculture War Room (AWR), ruang Kontrol Pembaharuan Pertanian berbasis teknologi informasi modern sebagai pusat komando strategis pembangunan pertanian dalam menggerakan seluruh stakeholder pertanian, guna tercapainya Kemandirian Pangan secara efektif dan efisien. Sistem ini nantinya akan digunakan sebagai pemicu tumbuh kembangnya produksi di atas angka rata-rata.
Mentan Syahrul YL menyampaikan, melalui dashboard informasi yang ada di Agriculture War Room, kondisi pertanaman di lapangan dapat dimonitor dengan lebih baik. Ketersediaan data pertanian yang akurat sesuai dengan kondisi di lapangan ini merupakan hal yang sangat penting dan memiliki peran strategis dalam penyusunan program, kebijakan, dan pencapaian target pembangunan pertanian ke depan. Di dalam Agriculture War Room ini terdapat teknologi teleconference yang terhubung dengan Balai Penyuluhan Peratanian (BPP) seluruh Indonesia, serta berbagai aplikasi data pertanian.
“Langkah awal ini berkaitan langsung dengan isi perut 267 juta orang. Dengan alat ini kami ingin pertanian ke depan lebih maju, lebih mandiri dan lebih modern untuk hasil yang memuaskan,” ujar Syahrul Yasin Limpo, di acara soft launching Agriculture War Room di Kementerian Pertanian, Jakarta, Selasa (4/2/2020).
Menurut Syahrul, teknologi ini nantinya akan menjadi alat ukur dalam melakukan pengawasan sekaligus mapping area lahan nasional. Oleh sebab itu, Mentan memastikan bahwa ke depan tidak ada lagi perbedaan data statistik karena semua sudah terpantau dengan akurat.
“Keberadaan AWR ini penting sekali. Saya mau kalau ada yang bicara, misalnya di Pasuruan Jawa Timur kekurangan pupuk, dari sini (AWR) saya bisa lihat di mana desanya, kabupatennya, kecamatannya. Saya bisa lihat pupuk itu intervensinya di mana, apakah di lini IV, lini V, atau di lini I,” kata Syahrul.
Melalui pemanfaatan citra satelit dari LAPAN, lanjut Mentan, berbagai informasi terkait kondisi pertanaman di lapangan bisa didapatkan hingga di tingkat desa atau kecamatan. “Misalnya saja hari ini akan turun hujan di mana saja, panennya seperti apa, kondisi di lapangan per kecamatan atau desa ini bisa dilihat. Misalnya lagi apakah sudah mulai tanam atau belum, berapa mesin alsintan yang jalan pada hari ini, dan data-data lainnya,” ujarnya.
Mentan menambahkan, sistem AWR sudah dirancang secara multiguna, terutama dalam memantau kondisi pertanian di tingkat Kecamatan dan Desa. Terlebih petani juga tidak perlu membeli alat drone untuk melaporkan sawahnya kepada Kementerian Pusat.
“Kita sudah punya alat ukurnya yang berbasis internet of think atau sudah menggunakan artificial intelligence. Namun, sejauh ini kami juga belum memutuskan apa-apa saja yang akan menjadi kebijakan secara utuh. Yang jelas saat ini kami masih mengawasi secara langsung di lapangan,” ujarnya.
Syahrul berharap, kecanggihan AWR mampu meningkatkan semua produksi dengan kualitas panen di atas rata-rata. Terlebih, hasil tersebut bisa memenuhi ketersediaan pangan nasional dan pasar global. “Tentu kita berharap ekspornya meningkat menjadi tiga kali lipat,” katanya.
Di tempat yang sama, Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Panjaitan mengapresiasi upaya Kementan dalam memajukan pertanian Indonesia. Menurutnya, inovasi yang diciptakan ini masuk kategori maju, mandiri dan modern.
“Saya sangat bangga sekali, apapun kerjanya pasti harus bermain data. Karena data itu valid. Kalau ini ditata dengan baik kedepannya kita tidak akan ribut lagi soal impor beras atau lainnya. Jadi saya kira apa yang dibuat Mentan Syahrul ini harus dipertahankan dan bahkan bisa lebih maju lagi karena teknologi sejatinya terus berkembang,” ujar Luhut.
Luas Lahan Baku Sawah Bertambah
Dalam acara peluncuran AWR ini, pemerintah juga merilis secara resmi Luas Lahan Baku Sawah Nasional 2019 dan Produksi Padi 2019. Menteri Administrasi Tata Ruang/ Badan pertanahan Nasional (ATR/BPN) Sofyan Djalil menyampaikan, Luas Lahan Baku Sawah Tahun 2019 yaitu seluas 7.463.948 hektar.
Bila dibandingkan dengan luas lahan baku sawah di 2018, angka ini lebih tinggi 358.000 hektar. Menurut Sofyan, terdapat beberapa alasan mengapa luas lahan baku sawah 2019 lebih besar. Salah satunya karena ada sawah yang tidak terekam sebagai sawah lantaran saat dilakukan pengambilan data di musim hujan, sawah tersebut terendam air.
“Setelah dilakukan verifikasi di lapangan, semua kementerian/lembaga telah sepakat bahwa yang kita verifikasi ini betul-betul data lahan baku sawah yang sebenarnya sesuai dengan ketentuan yang disepakati,” ujar Sofyan.
Menurutnya, penambahan luas baku sawah ini karena terdapat lahan sawah di sejumlah daerah yang sebelumnya tidak tertangkap oleh citra satelit sebagai lahan sawah karena terdapat genangan. Lahan sawah dalam penghitungan luas sawah ini didefinisikan sebagai areal tanah pertanian yang digenangi air secara periodik dan atau terus menerus. Lahan sawah ditanami padi, dan atau diselangi tanaman lain, seperti tebu, tembakau dan tanaman musim lainnya.
“Sawah yang belum terpetakan sebelumnya, jauh lebih besar daripada sawah yang mengalami alih fungsi,” kata Sofyan.
Sejumlah provinsi yang mengalami penambahan luas baku sawah, yakni Jawa Timur, Lampung, Sulawesi Selatan, Yogyakarta dan Bangka Belitung. Dalam data luas baku sawah terbaru, provinsi dengan luas lahan sawah terbesar terdapat di Jawa Timur dengan luas 1,21 juta ha, Jawa Tengah 1,04 juta ha, Jawa Barat seluas 928.218 ha, Sulawesi Selatan seluas 654.818 ha dan Sumatera Selatan 470.602 ha.
Sumber : Gosulsel
Makassar.Online Kami Mengumpulkan serta Menyajikan berita dari sumber terpercaya baik media massa terkemuka di Indonesia maupun akun sosmed yang memiliki integritas dalam menyajikan berita keadaan di Makassar.
Sosmed Kami